Tampilkan postingan dengan label bon voyage. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bon voyage. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Maret 2016

Kereta Kosong

Seperti mengejar cerita baru, aku kembali mengejar kereta.
Oh ya, paskah hari itu. 
Jalanan sepi, begitu pula seisi kereta.
Kereta yang bisa diisi 100 orang tiap gerbong itu, hari ini terisi hanya 8 orang.
Ku kira ini termasuk sepi
Tapi ku teliti ulang
Ternyata ramai sekali.

Di udara, aku lihat berbagai cerita saling bertumbuk satu sama lain,
saling sikut mendapat area cukup untuk menguasai.
Tak satupun suara, namun banyak sekali cerita.

Di pojok kursi dekat pintu, duduk seorang bapak-bapak,
usia 37 tahun katakan saja.
Memandang keluar jendela yang sebenarnya tidak ada yang dilihat.
Ini dibawah tanah.
Ah, dia memutar kembali percakapan dengan kawannya semalam di irish bar.
Temannya malam itu mabuk, dan memaksanya ikut mabuk.
Lalu lengkungan senyum tanpa sadar dia buat di sudut bibir kanannya.

Arah jam 12 ku, seorang ayah berusia 43 tahun.
Tidak jelas apa yang ia perhatikan. 
Matanya kosong, tak berkedip sepersekian menit.
Lalu ku baca ceritanya.
Penyesalan.
Pagi itu ia memarahi jagoan kecilnya yang berusia 8 tahun.
Dan wanita yang sepertinya 3 tahun lebih muda terlihat kecewa padanya.
"Ini paskah!", katanya.
Lalu ia berkedip, dan memindahkan kedua bola matanya ke arah lain.
Tangannya mengusap keningnya.

Di belakang dua gelombang cerita yang berpautan itu, 
berdiri remaja pria usia 19 tahun yang sibuk menukar tombol demi tombol di ponselnya.
Kadang ia tersenyum geli.
Lalu ekspresinya hilang seiring dengan jemarinya yang bergerak.
Lalu tertawa senang melihat ke layar.
Dan ku lihat perempuan berambut karat di kuncir kuda.
Duduk di meja makan bersama keluarganya, tapi tangannya tak kalah sibuk dengan si remaja 20 tahun ini.
Flirting.

Stasiun pertama dilewati. 
Kali ini seorang nenek-nenek usia 68.
Membawa sekantung roti, dan tongkat.
Selangkah demi selangkah ia pijak untuk mencapai tempat duduk terdekat.
Kepulan asap mulai muncul di atas kepalanya dan membingkai cerita.
Anak-anak dan cucu-cucunya akan mengunjunginya siang ini.
Runtutuan skenario yang ia buat untuk hari ini.
Memanggang cup cake, menyiapkan cokelat, menata meja,
lalu.....
membersihkan jas demi jas yang berdebu milik suaminya yang telah lebih dulu meninggalkannya 3 tahun silam.
Dan cerita berganti.
Paskah 2012, di Heidelberg.
Di rumah anak tertuanya.
Ia merangkul lengan sang suami, berjalan beriringan bercerita.
Lalu cerita itu hilang.
Kembali ia membayangkan kedatangan cucu-cucunya yang suaranya bergemuruh mengisi ruangan.

Cerita-cerita lain juga mencari perhatian untuk mengikatku.
Lima cerita lain memenuhi tak kalah liar.
Kereta ini penuh sesak.
Tapi tak ada satupun yang bersuara.

Stasiun kedua dilewati.

Seorang bocah perempuan usia 6 tahun bersama ibunya masuk.
Suaranya mengisi kereta tanpa suara ini.
"Jadi seharusnya kita bisa sampai di rumah 10 menit lagi kan ma? Bobbi perlu makan!"
Katanya pada sang ibu, yang berusaha menjelaskan bahwa sang ayah pasti sudah memberi Bobbi (anjing peliharaannya) makan.
sedetik suaranya mengisi ruangan, kepulan asap cerita yang mengisi gerbong kereta tadi hilang.
Mata yang tak berkedip, kini berkedip normal.
Mata yang memandang ke kegelapan, kini mencari sosok sumber suara nyaring itu.
Mata yang terjebak pada monitor, kini lebih leluasa.
Dan mata yang mengais kenangan indah 4 tahun silam, kini lebih bersinar menanti kehadiran malaikat-malaikat kecil.

Dan aku pun turun dari kereta.


Selasa, 24 Maret 2015

Immer in dieser Weg bleiben!!!!

Melulu tentang perjalanan, sekali lagi gue akan membongkar ke'beruntung'an gue, yang mungkin buat sebagian orang ini merupakan suatu hal yang disesalkan dan menyebalkan. Silakan siapin popcorn, teh anget, kopi, ato biskuit bayi kalo mau baca pengalaman gue kali ini. Gue peringatkan: rada panjang!

Traveling kali ini diniatin untuk mengantarkan temen gue dari Berlin untuk keliling muter Niedersachsen, Hamburg, dan Bremen. Ketiganya merupakan bundesland di Jerman, kalau di Indonesiakan, semacam provinsi gitu. Cuma, Bremen dan Hamburg itu termasuk bundesland yang kecil. Gampangnya, Niedersachsen itu ibarat Jawa Barat, nah Bremen dan Hamburg itu ibarat provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta (provinsi sekaligus kota). 

18 Maret 2015

Pada tanggal yang gue sebut diatas, gue mengantar temen gue ke salah satu lokasi paling wokkkeeeeeh di Hannover (Kastil Marienburg) tempat Pangeran dan Putri Hannover tinggal. Kastil ini salah satu kastil terindah di Jerman. Menilik sedikit tentang kerajaan ini, Hannover dulu kala masih merupakan wilayah kerajaan Great Britain. Jadi sang pangeran, Prince Ernst August, merupakan tulen keturunan Britania. 
Prince Ernst August von Hannover 1913 (photo soure: pinterest) 

Sebelum kami berangkat ke kastil ini, sehari sebelumnya kami udah menyiapkan time table. Jam sekian kami berangkat, jam berapa kami balik, dan jam berapa kami harus naik kereta menuju kota lain. Ternyata kenyataan berkata lain. Yang seharusnya jam 10.00 kami udah berangkat ke dengan bus dari ZOB (Zentraler Omnibusbahnhof) a.k.a terminal menuju kastil, justru jam 11 kami baru berangkat dari ZOB. Info-info bus yang kami dapat juga merupakan hasil kami mencaritau sehari sebelumnya lewat website si kastil tersebut. Sebenernya ini yang kedua kalinya gue kesana, tapi gue belom hapal, jadi ya harus bikin catetan lagi. Ini rute menuju Kastil Marienburg yang berlokasi di pinggiran kota Hannover:

- Berangkat dari ZOB, naik bus nomer 300 jurusan ZOB Pattensen. Turun pas di ZOB Pattensen (pemberhentian terakhir)
- Dari ZOB Pattensen, ganti bus nomer 310 dari halte yang sama, dan turun di Schloss Marienburg.

Dengan ngikutin keterangan yang ada, kami naik bus 300 tanpa halangan satupun. Di jalan kami sempet tidur sekitar 15 menit, bangun-bangun kami ngedapetin suasana pinggir kota, dan cahaya matahari yang langkaaaaaaaaaaaaaa banget. Sampai di ZOB Pattensen, kami harus menunggu bus berikutnya yang baru dateng 20 menit kemudian. 

Duo kece siap ke Kastil Cantik


Masih seger belom kepikir musibah satu jam berikutnya

Kami pun ke supermarket untuk numpang ke toilet (PS: disini rata-rata toilet harus bayar. Dan inget, apa-apa usahain auf Deutsch, bitte. Jangan pake bahasa inggris untuk memulai). Alhamdulillaaaah banget dianterin ke toilet dengan ramah sama petugas supermarket dan gratiiiis.

Setelah bus 310 datang, kami berangkat dan memutuskan untuk jangan sampe ketiduran. Dan masalahpun datang..................................................

Sekitar 20 menit setelah bus kami jalan, gue bilang ke temen gue "Ec, benteng kastilnya udah keliatan tuh sebelah kiri", dan dia sibuk liat keluar jendela pengen liat yang gue maksud. Dan beberapa saat kemudian, kami ngeliat penunjuk jalan 'Schloss Marienburg' ke kiri, tapi si bus gak belok alih-alih terus jalan...

"Kok feeling ku gaenak ya Ra?" Kata Ecu.

Sebenernya gue juga ga tenang, karena sewaktu gue kesini, bus yang gue tumpangi belok ke kiri sesuai dengan penunjuk jalan itu, tapi ini enggak. Gue masih berasumsi jalan tersebut bukan jalan yang gue lewatin dulu. Di pikiran gue "mungkin belokan depan"

Satu halte berikutnya dilewatin...

Dua halte berikutnya dilewatin...

Tiga halte....

Empat halte...

Dan bus terus menjauh. Setelah gue liat tanda "HILDESHEIM 14 KM", gue yakin kami salah. Seharusnya kami turun di jalan yang ada tulisan "Schloss Marienburg" !!! Pada halte kelima, akhirnya kami memutuskan untuk turun dan ngambil bus arah sebaliknya, kembali ke tempat tadi.

Masalah kedua muncul. Bus yang kami tunggu baru dateng satu jam kemudian!!!!!!!!!!!!!!

Dan halte tersebut berlokasi di antara rumah-rumah, tanpa tempat nunggu, tanpa tempat teduh, sepi banget ga ada orangm bahkan mobil yang lewatpun nyaris gak ada. Dan Ecu nyaranin untuk jalan kaki aja daripada nunggu sejam berdiri nothing di tempat.

Fix, kami jalan.

Sambil ketawa-ketawa gila maki-maki website yang ngasih info kurang informatif, sambil ngoceh gak jelas sana-sini, sambil mikirin "MALAM INI KAMI BISA PULANG GAK YAAAA", kami terus aja jalan. Let me tell you ya, itu jalanan sepiiiiiii banget, mirip banget sama settingan film-film di pedesaan amerika (countryside), tempat orang berternak kuda, mobil yang lewat bisa diitung jari dalam sejam, ga ada orang lewat. Yang bisa kita denger cuma angin, sama suara kita sendiri. Nilai positive yang bisa kami dapet saat itu adalah, ini udah masuk Spring, yang mana siangnya udah mulai panjang, maghribnya sekitar jam 7, dan saat itu terik. Terik di Jerman itu kayak berkah, gak ngerasain tangan kedinginan sampe rasanya sakit banget. 

10 menit jalan, si Ecu pun punya ide buat minta tumpangan ke mobil yang lewat. Dan kami pun sepakat untuk minta pertolongan sama orang yang lewat dengan satu syarat dari Ecu: gue yang ngomong.

Satu lagi nilai positive yang bisa gue dapet: udah les bahasa Jerman sebelom berangkat kesini!

Ketika satu mobil lewat, kami ragu buat nyetop mobil tersebut apa engga. Si pengendara pun (cewe) ngeliat kami kayak mikir "Ini dua orang cewe asing ngapain tengah hari bolong jalan di jalanan sepi kayak gini?". Setelah mikir sepersekian detik, gue nekat menjulurkan jempol gue untuk nyetop mobil si mbak. Berbekal kemampuan bahasa Jerman yang seadanya, gue menjelaskan maksud gue dan minta tolong ke dia. Allahuakbar alhamdulillah itu si mbak langsung nolongin kami! Dia ngasih kami tumpangan sampe ke jalan yang bagi dia udah relatif deket dengan kastil. Dalam hati gue bilang, dari lahir sampe sekarang, gue gak pernah nyangka bisa ngalamin nyegat mobil dan numpang orang asing begini. Dulu waktu gue kecil nonton mr.Bean dan ada adegan dia nyegat mobil untuk numpang, gue nanya ke bokap gue "Pa, kok dia bisa gitu numpang ke orang? Kita juga bisa ya?" Dan bokap jawab "Di eropa kayak gitu masih umum, kalo disini jangan, gak aman". Gue merasa keren B)

Catet ya, pertama: orang Jerman itu bangga sekali dengan bahasa mereka. Bagi kebanyakan mereka, ngajak ngomong mereka dengan awalan langsung bahasa Inggris itu dianggap kurang sopan (kecuali mereka adalah public servicer atau pusat informasi untuk turis). kedua: Kamu bisa bilang beruntung kalau ada yang mau nolong kamu padahal jelas muka kita muka orang asing, karena masih banyak diantara mereka yang memandang kehadiran orang asing di Jerman udah terlalu banyak.

Selama perjalanan, dia bilang ke gue kalo sebenernya dia mau pergi ke jalan yang ga searah dengan tujuan gue dan temen gue, tapi dia akan nganterin sampe jalan yang udah RELATIF deket sama kastil. Dia juga nanya 'kalian mau apa kesana? joging atau jalan-jalan?' JOGGING? JOGGIIIIING? JOGGING AJA GUE HARUS BELA-BELAIN BANGET KE KASTIL DULU GITU???? 

Duh untuk si mbak baik hati, kecantikkannya naik 65% deh. Kami diturunin di pertigaan jalan dan dia jelasin ke kami untuk "Gerade aus und immer in dieser Weg bleiben. Immer in dieser Weg Bleiben!" Artinya "jalan terus aja jangan kemana-mana" Iya mbak, iyak. Mau kemana juga kan kami orang ini pinggiran kota, ga ada rumah, ga ada oranglain yang jalan KECUALI KAMI, dua cewek Indonesia yang dalam satu hari yang sama dikira orang china sampe tiga kali, muka polos, diiming-imingin eskrim juga paling udah seneng. Sulit banget mendeskripsikan suasana jalan yang kami lewatin saat itu. Pokoknya menyedihkan. Dalam hati gue bener-bener kepikir apa mungkin ya gue bisa pulang ke rumah? Slamet gak ya gue malem ini? Saat itu udah ga ada pilihan lain selain jalan terus cari kastil. Ga ada bus yang ngelewatin jalan itu, pun ga ada halte. Intinya ga ada kendaraan umum yang akan melintasi jalan itu. Kami beneran jalan di jalan lintasan antar kota. Mau balik juga ga bisa, kami gatau arah jalan untuk bisa ketemu halte bus, dan menurut kami, maksa jalan balik justru terlalu beresiko daripada terus jalan cari kastil.

Dua cewek Indonesia.

Di Jerman.

Pinggir kota.

Ga ada kendaraan umum.

Ga ada rumah disekiatarn.

Ga ada orang jalan.

Kemampuan bahasa Jerman: seadanya.

Jalan yang harus ditempuh: gak bisa diperkirakan.

Jalan pulang: gak tau.

Dramatis. abis.

Di sepanjang perjalanan, kami banyak nemuin papan penunjuk jalan menuju Schloss Marienburg, tapi di coret. Kami beneran bingung. Ga ada keterangan lanjutan arah yang bener itu kemana. Tapi kami tetep ngikutin penunjuk yang dicoret itu. Sampe sekitar 1 km jalan, ada penunjuk lain yang ngasih tau untuk belok kiri kalo mau ke kastil. Akhirnya kami ngikutin marka itu. Itu jalannya udah masuk perbukitan. Sambil ngikutin jalan, sambil berdoa supaya kali ini ga nyasar lagi. Kami berharap ini jalan udah masuk ke jalan utama yang kami liat pertama kali tadi. Cuma karena ga yakin, akhirnya kami memutuskan untuk minta tolong orang lagi. Kami nyetopin mobil-mobil yang lewat (kali ini cukup banyak), tapi lebih susah dari yang pertama. Kurang lebih 6 mobil yang kami stop ga ada yang mau berenti. Ga jarang juga mereka justru ngehindarin kami. Akhirnya ada satu mobil yang berhenti untuk kami, dan gue sekali lagi nanya arah menuju kastil biadab itu. Kali ini si pengendara adalah nenek-nenek umur sekitar 50-60 taun. Beliau bilang "Kamu bisa lewat jalan ini, tapi terlalu jauh. Mending kamu balik kesana, terus ikutin jalan yang ada aja terus".

Ya Tuhan.

Kami harus kembali ke jalan pertama tak bertuan itu lagi karena itu emang jalan yang terdekat menuju kastil. Jalanan yang penunjuk jalannya udah di coret kayak gak berlaku lagi. Sekali lagi kami jengkel sama informasi yang gak informatif. Gue berspekulasi kalau penunjuk jalan itu emang ditujukan untuk mobil aja, sedangkan untuk orang dan sepeda, jalanannya mungkin masih bisa dilewatin. Ketemu lagi dengan marka jalan, tertulis kalau schloss Marienburg berada 1,8 km di depan kita.

Oke.

Seharusnya emang kami nurut apa kata mbak  yang numpangin kami tadi "Immer in dieser Weg Bleiben", tapi apa salah kami juga yang jelas-jelas ada penunjuk jalan harus ke kiri?

Ibarat menggapai cita-cita, berasa bangeeeeeeeeeeet capeknya, suntuknya, pengen nyerahnya. Tapi jalan balik itu gak mungkin, satu-satunya pilihan ya terus maju. Dan begitu ada tanda bahwa yang kita tuju semakin mendekat, rasa capek tau-tau ilang. Gue dan Ecu pun terus ngoceeeeeeeeeeh aja ngilangin bete. Bete sih, tapi untungnya kami masih bisa ketawa ngakak-ngakak, YANG PADA UMUMNYA SIH MENERTAWAKAN DIRI SENDIRI. 

Masih pada jalan yang sama, kali ini kami ngeliat daerah industri. Banyak traktor-traktor di sebrang jalan, entah itu daerah apa. Ya ampun ini perjalanan kurang epic apa coba :"). Masih "ntar malem gue bisa tidur di rumah gak ya" ada di otak gue, gue bilang ke Ecu "Ec, misal nanti kita gagal nemuin kastil dan kesasar, seenggaknya kita udah nemu orang ya disana (nunjuk daerah pertambangan), kita bisa numpang ngangetin badan". Udah drama banget lah.

Jalananpun beneran makin kosong. Kawasan industri itu emang ada orang, tapi ya ga ada satupun yang melintas disana. Satu kali ada traktor yang jalan disitu sambil memandang "Ini 2 cewe cina pada ngapain disini? Gembel juga bukan, bajunya rapih."

Makasih untuk Ecu yang sempet fotoin suasana jalan itu ketika aku sibuk mikirin kaki yang rasanya kayak mau putus

Memasuki 1 km berikutnya, ke-aduh-yaampun-apalagi-ini pun terjadi lagi. KITA NGELEWATIN RESTRICTED AREA. aduhai makjaaaaang..... Apapulaaaaaaaaaaaa ini. Pantes lah ga ada mobil lewat, ternyata jalanan ditutup, ada pembangunan jembatan di ujung jalan. yang ada cuma orang-orang kontarktor, bau debu, berisik, GA ADA ORANG INDONESIA YANG DISANGKA CINA DISITU, APALAGI CEWE PAKE BAJU RAPIH KEK MAU PIKNIK. 

Ga ada jalan lain, gue melambaikan tangan ke arah salah satu kontraktor disana. Si om pun ngeliat gue dan ngasih tanda "Lo kesini aja". Gue ngegandeng tangan Ecu sambil deg-degan dan melangkah maju ke tempat si om berdiri. Gue bilang ke dia kalo kami tersesat, kami mau ke kastil Marienburg, kami beneran ga tau lagi harus kemana. Dan dia senyum dan nunjuk ke atas. Tuh kastilnya. 

my God!

Kastilnya emang udah ada tepat diatas kami (diatas bukit), gue tau. Tapi gimana cara kesananya? Kan jalanan lagi ditutup karena ada pembangunan jembatan???????????

Si om bilang kami bisa jalan terus ngelewatin restricted area ini. Tanpa topi safety pastinya. Tanpa baju pengaman pastinya. Dengan baju cantik cute lucu gini tentunya :"""""""""""""") Pas jalan melintasi area itu, 3 orang mamang tukang bangunan pun ngeliatin kami sambil setengah ketawa, setengah heran, setengah gak abis pikir (mungkin) kenapa bisa ada dua cewek model begini jalan kaki di tempat kek begitu.

Thanks buat Ecu yang udah fotoin segala menit perjuangan kita ke kastil ini :"")

Setelah keluar dari area pembangunan, gue bilang ke Ecu "Ec, ini keknya kalo kita ngikutin jalan mobil, nyampenya bisa entar subuh. Gimana kalo kita manjat aja? Jalan pintas"

Akhirnya kami dengan niat manjat ke kastil. 

Kata Ecu: Kamu mirip princess yang mau kabur dari kastil gara-gara dipaksa nikah. yok manjat yok!

"Ec, ini kalo kita di jaman 1800an mungkin sekarang kita udah mati ditembak. Dianggap penyusup mau masuk kastil."

heboh lah perjalanan kali itu. Gue pake legging, pake baju cewek, pake flat shoes, tanpa persiapan kalo bakal manjat-manjat begini! Kalo tau bakal gini gue bakalan pake kaos jeans sama boots gue. Segala nyari batang pohon buat jadi tongkat. 

but yeaaaaaaaaaaaah, finally we reached that castle!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Epic banget aseliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiik.....

yang di jadwal kami harus udah harus di kereta menuju Göttingen jam 2, ini malah jam 2.30 baru sampe kastil dengan proses yang gak kebayaaaaang sama sekali. 

Herannya, kami happy aja. Kami bisa gitu ketawa, bisa bercanda, intinya masih bisa mikir, sedangkan dua hari setelahnya pas kami ke Hamburg, karena kelewat dingin yang disebabkan suhu drop karena Solar eclipse, kami tuh bad moooooood banget sampe ga pengen ngomong, padahal masih di tengah kota, kereta sama bus beserak, orang beserak, toko-toko buat ngangetin badan beserak. beneran deh, suhu itu ngasih efek yang signifikan banget!

Sampe kastil, kami cuma makan siang dengan bekal persiapan kami sendiri (baca: gak beli di resto di dalem kastil), sama si Ecu beli kartupos. Foto-foto sebentar, terus pergi lagi.
Ini kastilnya. gothic banget kan.


Di foto ini gak nampak kalo kaki lagi cedera, kalo abis jalan 3 km, abis manjat-manjat


Ini resto nya.

Bayangkan jalan 3 km di Indonesia. Tampilan ga bakal bisa begini eloknya.


Ternyata pas kami ngecek di halte bus depan kastil (di jalan yang berbeda dengan arah datang kami tadi), bus yang nganterin sampe depan kastil itu cuma pas weekend, selebihnya cuma ngelewatin jalan besar (1,5 km dari kastil) dan itu gak dijelaskan di website. Pelajaran ya, semaju apapun negara, pasti ada aja cacatnya. "Dan sekalinya mereka ada missed, mereka juga bingung setengah mati, karena mereka pikir persiapan mereka udah sempurna" kata Ecu.

Jalan pulang, kami ngelewatin jalan yang berbeda dari yang sebelumnya. Kami make jalan yang kami liat pertama kali pas masih naik bus tadi, jalan yang ada tanda "Schloss Marienburg 1,5 km".  Dan kurang lebih 1,2 km dari kastil, kami nemu ladang hijau yang oke banget buat foto. Dengan latar belakang wind energy, angin sepoi-sepoi, matahari lagi kaya, suhu anget cuma 11 derajat, kami jadi mampir buat ambil gambar disana. Sesekali mobil yang ngelewat masang muka heran ngeliat kami. Disana juga gue sama Ecu nyoba teriak, pengen tau ada gema nya apa engga. Pokoknya happy banget lah! 

Foto pake timer kameranya Ecu. 

I could marry my life because I love it

Jalan untuk mobil. Who cares? Ga ada mobil lewat

Kelar foto-foto di ladang, kami nerusin jalan menuju halte bus untuk nunggu bus 310 menuju ZOB Pattensen. ternyata bus baru datang 20 menit kemudian. Ya udah, kami duduk, LITERALLY duduk ngedeprok di pinggir jalan itu (ga ada bangku ya), nyender di pohon, dan kalo ada truk lewat itu getarannya bikin jantung kek mau lompat. 

Foto ini diambil waktu nunggu bis. Gue dan Ecu duduk disebrang gambar ini. Sepi? Iya.

Ya begini ini ambience nya


Photo captured by Ecu. Suasana nunggu bus

Dan perlu diketahui, dengkul kanan gue lagi cedera agak lumayan beberapa hari sebelum itu, dan puncak sakitnya PAS hari itu. Bagian belakangnya bengkak, temen gue sendiri yang ngecek sampe dua kali dan emang bilang kalo cedera gue di dalem. Dipijet Ecu, gue teriakan. Dibuat jalan sakitnyaaaaaaa ampun ampunan. Tapi gue tetep nekat dan nyanggupin jalan 5 km gitu plus manjat-manjat. Ga kelar sampe situ, balik dari kastil pun gue masih bisa ke kota Göttingen (1 jam dari Hannover pake kereta), dan sampe di Hannover lagi jam 10.30 malam. Gue bilang ke Ecu "Ada gak Ec temenmu cewe selain aku yang kakinya pincang gini tapi masih bisa belain jalan kaki 5 km, sampe manjat2 segala?" :|

Untuk kesekiannya Im grateful for my life that Allah gives to me. Gak semua orang bisa ngedapetin pengalaman priceless kayak gue dan temen gue. Gak semua cewe punya cerita yang awesome untuk diceritakan ke anaknya nanti. Semoga kelak anak gue bisa jauh lebih bahagia dan punya hidup lebih seru daripada gue.

Oke, begitulah cerita perjalanan gue. Semoga ada hikmah yang bisa kalian ambil dari cerita ini. See you on the next chapter ;)

Selasa, 10 Maret 2015

Travel More

Seharusnya di jam ini gue lagi belajar untuk ujian gw 3 hari lagi. Tapi nyatanya gw malah liat foto-foto temen gue, dan pikiran gue jadi kemana-mana, terus kepikiran buat share ke kalian.
Gue sejak SD udah menggandrungi telenovela DAN GAK MALU BUAT MENGAKUINYA. Gue ngefans banget sama Amigos, Chabelita, Dolce Maria, dan lain-lain. Gara-gara itu, gue jadi jatuh hati sama bahasa spanyol dan suka mengkhayal untuk punya pacar dengan muka-muka latin (atau mid-eastern, karena mid-eastern's blood runs in latin's body, rite?) . Bagi gue (dari segi gue menonton film-film itu), mereka itu fun, romantis, ya meskipun hidup dan ekspresinya lebaaaay banget kadang-kadang (inget beti si buruk rupa, kan?), tapi kayanya hidup ala mereka kurang lebih seru. 

Beranjak dewasa dan ngeliat bokap gue sering bawa mahasiswa latin ke rumah waktu mereka dibawah supervised bokap gue  pas ngambil S2 di Jerman, gue makin 'tertarik' sama kehidupan mereka. Sejauh ini, udah 4 mahasiswa latin (dua latinas dan dua latinos) yang dibawa bokap gue dalam waktu yang berbeda. 

Duo latinas: 
Mereka kerja praktek ke Indonesia waktu gue baru aja mulai kuliah s1. Mereka asal meksiko. Penilaian gue terhadap mereka pertama, sooooooooooooooooooooooooo exotic!!! I do love their skin. Not too white, not too dark. Mereka friendly, ceria banget, ekspresive banget (jelas lah). Mereka dengan cepat bisa adaptasi selama tinggal di rumah gue dan main sama keponakan gue. Oiya, mereka jelas cantikkkkkkkkkkk. 

Duo latinos:
Mereka 'dibawa' bokap gue sekitar tahun 2010, jamannya piala dunia. Salah satunya dari Argentina, dan satunya dari entah Peru entah mana lupa. Penilaian gue terhadap mereka, sooooooooooooo coooooooooolll. Okay, cool versi gue: traveler, gak rapi, boyong-boyong backpack yang gedenya sama kayak badan gue, rambut perunggu gelap, mata cokelat. Ga jauh beda sama latinas, mereka juga humorisssss banget, cepet adaptasi, friendly. Yang dari Peru (atau manapun itu) ga seberapa sih, tp yang dari Argentina? Pffffffffffffff, bokap gue aja dibercandain juga. 

Hasilnya, gue makin penasaran sama latin. Apa semua latin se gila mereka, atau cuma kebetulan yang dibawa bokap gue aja yang kayak gitu? Dan sejak gue emang udah berniat kuliah ke Jerman, gue selalu berharap punya temen latin dan tau lebih banyak tentang mereka.

Inget banget jaman gue les di Goethe, guru bahasa jerman gw nyuruh kami bikin kalimat yang jelasin alasan kenapa kami mau sekolah ke Jerman dan alasan tiap orang ga boleh sama (ngerjain banget). Yaudah gue jawab: Ich lerne Deutsch, weil viele Lateinische in Deutschland sind. Gue mau kuliah ke Jerman karena gue tau banyak orang Latin disana. Itu jawaban kedua ketiga aja loh yaaaa, karena jawaban utamanya udah diserobot temen.

Berangkat ke Jerman, dan menemukan 5 latin di kelas gue DAN sekitar 7 latin senior gue, plus 1 orang Spanyol, membuat gue ga berasa di Jerman kadang-kadang. Mereka selalu berbahasa spanyol dan gue jadi suka senyum-senyum sendiri denger mereka. I love their accent, I love their language, I love their craziness. Ga berenti sampe disana, gue ketemu lagi sama mahasiswa bokap gue yang menetap di Jerman,dia yang berasal dari arg. Seumur-umur gue di Jerman, satu hari dimana gue bisa ketawa gila-gilaan, lepas, itu adalah ketika gue main sama dia. 

Mengenal mereka lebih dalam. Tanpa nanya, cukup memerhatiin aja, gue bisa menarik benang merah dari sifat-sifat mereka. Meskipun mereka gila dalam tanda kutip, tapi mereka cerdas. Meskipun mereka mabuk-mabukan, party, tapi mereka ga lepas tanggungjawabnya. Meskipun kalau ditanya apa agama mereka, mereka jawab dengan kata 'mungkin katolik', dan mereka bilang 'gamau terikat sama dosa-dosa yang gak masuk akal buat mereka', mereka sangaaaaaaaaaaat menghargai islam. Bahkan mereka tanpa sadar sering mengakui bahwa aturan Islam itu masuk akal dan melindungi. Gue belajar dari mereka kalo hidup tuh gausah dibawa stres, semua itu masalah waktu 'cuestión de tiempo'. Tanggung jawab kelar, go out! Sebagian besar dari mereka, make uang lebihnya untuk backpacking, bukan buat shopping, bukan buat makan-makan. Mereka lebih milih beli tiket dadakan ke negara yang sama sekali mereka ga tau, dan menikmati alam. Contohnya si arg, dia udah menikmati tempat-tempat di Indonesia yang KITA AJA BELOM KESANA, MEN! Dan yang gue seneng itu karena mereka backpack. Bukan koperan, bukan yang baju rapi, kacamataan duduk dipinggir pantai hotel mewah. Gue bener-bener naksir sama personaliti mereka. 

Mereka beda banget sama european atau asian. Emang sih, jeleknya mereka kadang partynya bar-bar, tapi selain itu, personaliti mereka itu juara banget.

Sahabat gue disini adalah cewe kolombia, dia ngasih pesan ke gue 

'viaja mucho y conoce mucha gente'

artinya: bepergianlah lebih banyak, dan kenal lebih banyak manusia.

Thanks God, I study in Germany-yang-mana-ga-ada-bule-ganteng-dan-sedikit-latin-, not in Spain-yang-mana-temptation-will-be-everywhere-dan-bikin-khilaf

Minggu, 12 Oktober 2014

Nagari Pusako Indak Dilupo

Disuruh sama Sarah buat nulis salah satu tempat di ranah Sumatera.

Gue kalo denger kata Sumatera, yang pertama kali diinget adalah: makanan. Buat gue ga ada pulau lain yang punya makanan khas seenak makanan-makanan Sumatera. Makanan Indonesia emang enak-enak, soto betawi enak, rica-rica enak, tapiiiiiiii, makanan Sumatera tiada duanyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Sumatera for the win!!!! Dan kalo udah bahas makanan dari Sumatera, pasti dong semua orang Indo tau: Nasi padang.. Nah, gue akan menceritakan pengalaman gue pulang basamo kaluarga ke nagari pusako, Ranah Minang. 

Urang awak, hurray!

Sebenernya gue bingung kalo menjelaskan lokasi. Karena gini, gue pulang ke desa yang lokasinya di Koto Gadang, tapi gue juga keliling Bukittinggi. Koto Gadang itu di Kabupaten Agam, sedangkan Bukittinggi itu kota sendiri. Yaudah, pokoknya ranah minang deh.

Jadi kami pulang kampung sekeluarga besar di tahun 2004 silam (Udah lama ya, udah 10 taun yang lalu), untuk hidup ga gitu-gitu aja selama 10 tahun. muahahahahaha. Pulang basamo ini kami lakukan waktu Inyik gue masih hidup, jadi saat itu Inyik juga ikutan (YAIYALAH TUAN RUMAH).

Selain ini pertama kalinya gue nginjek 'kampung halaman' (separo darah kelahiran) gue, ini juga pertama kalinya gue nginjek dan mengotori tanah Sumatera. Gue semangat banget waktu itu. Jempalitan sana sini karena bakal ke Padang juga akhirnya Ya Allah Gustiiiiiii......... Mendarat di Bandar Udara Minangkabau, gue heboh ngomong ke mamak babe dan kakak gue "IH KITA UDAH DI SUMATERA YA MA? INI PADANG YA PA? AKHIRNYA YAA SAMPE JUGA RARA KE SUMATERA" berkali-kali. Melanjutkan perjalanan ke desa kami di Koto Gadang yang (gatau deh berapa lama, pokoknya lama) nun jauh disana, gue bener-bener gak tidur. Bukan karena ga bisa tidur, tapi karena emang gak mau tidur!!!!!! Rugi amat kan udah jauh-jauh ke Padang eh di jalan malah bobok keliwatan pemandangan-pemandangan Sumatera yang ga pernah gue liat sebelumnyaaaaaa. 

Ya sebenernya sih biasa aja, Sumatera Barat itu masih tergolong sepi, ga ada bangunan mewah juga, kanan kiri pohon, paling rumah beberapa, tapi ini kan Sumatera Barat! *yaudah, pokoknya hepi banget lah bisa ke Sumatera*. Setelah sekitar 2 jam perjalanan kami mampir makan siang di rumah makan kecil, yang gue kira bakalan ada tulisan 'Restoran Padang' nya................. *norak*

Jalan-jalan ke belakang resto, gue liat-liat empang. Eh, itu nyebutnya empang apa kolam ikan ya? ._. Bersama sepupu-sepupu, gue berdiskusi nama-nama makanan, jenis ikan, dan sebagainya. 

Kelar makan, naik bis, lanjut lagi perjalanan ke koto gadang. Sampe di desa, gue makin semangat! Semangat-semangat bengong ngowos! Selain karena suhunya dingin (gatau kenapa dari kecil sukanya sama suhu gunung, meskipun suka kesiksa sendiri), banyak rumah-rumah gadang. Kami jalan dari tempat bis parkir menuju rumah kami. Banyak juga rumah-rumah non gadang yang suasananya kuno, dan banyak hiasan perak di jendela-jendelanya. Barulah gue tau kalo Koto Gadang memang kota pengrajin perak. Dan bokap gue bilang kalo kerajinan perak di situ udah ada sejak jaman Belanda, gue "ooooooo".

Tiba di rumah, GUE BENGONG LAGI. ternyata rumah yang kami tempatin (yang juga merupakan rumah keluarga itu rumah gadang juga. Cantiiiiiiiiiiiiiiik.......... Andai dulu gue SMP udah punya hp kamera mah gue udah selfi sana sini..

Malam tiba, idung gue ga bisa napas saking dinginnya. Jadi, gue punya masalah akut di urusan pernapasan, terutama pas SMP-SMA. Selalu mampet dan bersin-bersin di suhu dingin yang lembab. Dan semalem suntuk idung gue buntu karena itu emang dingin dan hujan T___T. Gue cuma berdoa dua hal: kalo emang ga bisa lega hidungnya, tolong paginya dicepetin.

Paginya setelah kelar subuhan, kami jogging (baca: jalan-jalan). Bareng kakak ipar gue dan lupa siapa lagi, kami turun ngikutin jalan menuju ngarai sianok. Yang selama ini cuman tau ngarai sianok dari cerita-cerita dan buku pelajaran (gausah ngarep internet, gue mana kenal dulu sama internet), akhirnya gue ngeliat langsung, dan ternyata ga jauh dari desa gue :""). Kami poto-poto di salah satu jembatan yang kami lewatin dekat ngarai. Kalo yang ini ada nih potonya, dulu masih pake kamera roll2an, gue cetak padahal mungkanya bengep.

Capek udah. Seneng udah. Keringetan udah, banjir malah. Laper apalagi. Perjalanan pulang ternyata ga semudah perginya. Iyelah, berangkatnya turun, pulangnya naik. Sampe rumah, gue mandi, keramas, sampoan, sabunan, bedakan, cling! wangik. Berangkat lah gue untuk.................makan!

Gue heran bener-bener ama Sumatera. Bisa gitu ya semua makanan enak. Gatau dah, selama gue ke Padang ama Medan, gue gatau ada makanan ga enak. Nambah 2 kali, kenyang, poto-poto ama keluarga, terus kami cus ke kota. Kan ke Sumbar ga liat jam gadang ga afdol kan yah, maka mampir lah kami kesana. Ngeliat angka romawi yang salah di nomer 4, puas udah liat langsung, lanjut kami cari karupuak sanjai. Setan, gue pengen kan jadinya T_______________T. Sebelom gue (maksa mamak gue) beli, gue minta diyakinkan dulu sama tante-tante gue bahwa itu kerupuk emang yang paling pedes. Setelah yakin itu pedes, gue beli dengan suka cita. Keliling kota Bukit Tinggi (yang mendapat julukan Parijs van Sumatera dari kolonial Belanda) kelar, kami mampir-mampir ke wisata alam. Lembah Anai salah satunya. Lokasinya di pinggir jalan, jadi ga sulit buat orang yang ga mampir liat 'oh itu aia mancua lembah anai'. Abis itu kami pergi ke danau yang tersohor itu, Danau Maninjau. Seinget yang gue tau, sama seperti Danau Toba, danau itu terbentuk karena letusan gunung vulkanik. Dan Maninjau terbentuk dari letusan gunung bernama Sitinjau. Subhanallah ya Indonesia, selain memang mengerikan hidup diantara lempeng-lempeng vulkanik, kita juga dikasih pemandangan-pemandangan cantik dan tanah subur karenanya.

Setelah seharian keliling terus, ada satu tempat lagi yang kami (BACA: IBUK IBUK) kunjungi, yaitu toko pusat kerajinan perak. TETEP LAH YA. Kami kelar dari danau maninjau itu selepas Ashar, perjalanan juga ga deket-deket jaraknya, dan lokasi itu toko, masuk ke daerah yang jalannya sempit banget gitu. Supir bis kami tu suabaaaaaaaaaaaar banget ngayomi para tante-tante ini. Pedahal beberapa bapak-bapak uda bilang batalin aja karena bis susah masuknya, lagian udah gelap. Eh si supir bilang 'gapapa, saya bisa kok..' Yah pak, yah.............................

Kelar urusan sama masalah perak, kami pulang. Hari itu, diawali dengan naik turun ngarai, keliling bukit tinggi, kunjungan ke wisata alam, diakhiri dengan ke toko perhiasan perak, malam itu meskipun dingin tidur gue lelap ^^ :""")

Menelusuri sejarah Koto Gadang, berbanggalah kalian yang berasal dari sana. Karena Koto Gadang terkenal sebagai kota yang melahirkan sarjana terbanyak di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Kalau orang Minang dari desa lainnya meranatu demi berdagang, lain halnya dengan orang dari Koto Gadang, mereka mengutamakan pendidikan di keluarganya. Jadi kebanyakan orang Koto Gadang merantau untuk ilmu pengetahuan.

Btw, ada satu lagi fakta tentang Ranah Minang. Tanah Minangkabau itu punya marawa sendiri yang dijadikan simbol identitas urang awak, dan marawa ini mirip sekali sama bendera jerman. Yang membedakan adalah, kalau bendera Jerman tersusun secara horizontal, kalau marawa minangkabau tersusun seara vertikal. Bendera ini ada sejak salah satu kerajaan di Sumatera Barat ini ada, yaitu Kerajaan Pagaruyung. Kalau ke Minangkabau, atau ke Padang, jangan heran pas liat beberapa rumah atau di jalanan ada bendera hitam-merah-kuning, itu bukan Nazi, bukan Jerman, itu emang marawa Minangkabau yang sampe sekarang masih dipake. Ga ada hubungannya kok antara Jerman dan Minangkabau, karena masing-masing bendera punya artian yang beda. Marawa Minangkabau mengisyaratkan tiga pola kepemimpinan, tiga kekuatan masyarakat, dan tiga wilayah adat (ini inget-inget lagi cerita yang pernah didapet, semoga ga salah :p)

Bicara tentang tanah Sumatera lebih dalam, mungkin kalau kalian nonton film Kapal Van Der Wijk kalian liat bahwa watak orang minang itu sombong dan sangat mempersoalkan garis keturunan. Tapi coba diliat lagi lebih teliti, bukannya emang hampir semua orang jaman dulu yang berasal dari suku yang kental sama adat istiadat, selalu mempersoalkan masalah suku? Yang Jawa kekeuh kalau Jawa yang terbaik, yang Batak kekuh dengan Bataknya, begitu juga Minang, Bali dan sebagainya? Jadi pesen gue sih, buat kita yang sudah open mind, mempertahankan kebudayaan dan seni daerah itu perlu, tapi mari kita kesampingkan urusan 'darah' :D

Kamus:
- Ranah Minang: Tanah Minangkabau
- Rumah Gadang: Rumah Besar (Rumah adat Minangkabau)
- Urang Awak: julukan bagi orang minang
- Inyik: kakek
- Karupuak Sanjai: Makanan ringan terbuat dari singkong dan dilumruin sambel. Makanan ringan khas dari Bukittinggi
- Minangkabau: Minang -> Menang, Kabau -> Kerbau.

Selamat bepergian dan belajar, kalian!:D

Rabu, 08 Oktober 2014

Susah Senang Banyak Susah Banyak Senang

Meskipun gue enjoy kemana-mana sendirian (KARENA BISA BENGONG MANDANGIN JALAN SAMBIL PASANG EARPHONE DI TELINGA TANPA DIAJAK NGOBROL), gue juga seneng ditemenin jalan-jalan, terutama yang bisa bikin gue ketawa dan ketawa bareng sepanjang jalan. Bukan guenya diketawain :|
Oknum satu ini udah beberapa kali jalan-jalan sama gue. Baik dalam kota maupun luar kota. Daerah-daerah yang udah kami kotori berama adalah: Surabaya, Malang, Jogja, Magelang, Wonosobo, Dieng, Bandung, Jakarta. Mana lagi ya?

Dia adalah TANTI LAGI TANTI LAGI.

Kenapa Tanti?

Karena:
- Anaknya ga ribet (at least pada saat hari H, kalo H-min nya sih ribet)
- Anaknya bisa diajak ngomongin hal yang ga penting sampe ngakak guling2 bareng
- Anaknya nyambung kalo ngomenin apa yang diliat
- Anaknya berani ke tempat yang sebenernya dia ga mau (wqwqwq)

Kejadian lucu bareng dia sih gak keitung lagi yah, tapi gue mau cerita beberapa kejadian dan dialog yang gak keduga.

1. Bandung
Waktu itu kami gue, dia, dan satu orang lagi pergi ke Bandung, terus demi nurutin nyari titipan temen, kami pergi ke suatu pusat perbelanjaan. Nah abis itu kami mau ke tempat lain tapi kami gatau jalan dan angkot. Kami bukan ciwi bandung, kami hanya pengunjung, kami tersesat :(

Nanya sama pedagang bukan hal tepat ternyata, lu tau? Kami disasarin sama pedagang. Terus nanya satpam bank, doi gatau angkot. Akhirnya keputusannya adalah cari ebuk-ebuk yang mungkanya baik, kalo perlu yang bawa anak, buat ditanyain jalan ama angkot. Asumsi kami: ebuk-ebuk bawa anak ga mungkin boong dan nyasarin kami.

Setelah kami nanya doi, bener kan, doi ngerti jalan ama angkot. Terus si ebuk manggil suaminya di kejauhan, ternyata si ibuk nawarin kami buat ikut mobilnya aja sampe jalan yang kami maksud. 

hmmmm.....

nantik kalo kami dibawa kabur terus dijual, gimana?

hmmm......

Ah tapi si ibuk juga bawa anak, masa jahat ya? Akhirnya kami rapat sembari si ibuk sibuk manggilin suamik dan sibuk pilih-pilih barang.

R1: To, ditawarin si ibuk buat ikutan doi nih. Gimana?
R2: Iya To. Gaenak ya tapi...
T: Aku sih terserah aja. Kalian gimana?
R1: Aku rada ragu sih
R2: Iya aku juga
T: Tapi gapapa kali, kayanya ibuknya baik.
RR: gitu ya? Jadi gapapa?
T: Iya gapapa.

Akhirnya kami ngikut ibunya. Jalan ke parkiran rada lama karena jalanan penuh dan kesendat-sendat. Begitu masuk ke basement, ada dialog baru.

T: Jauh ya
R1: Iya
T: Kok kesini? angkotnya disini?
R2: Ha? angkot apaan?
T: Lah, bukannya ibunya mau nunjukin angkot?
RR:  LAH???????!!!!!!!!!!!!!!!!
R2: Kamu kira kita mau naik angkot??? Jadi kamu tadi diajak ngomong ga nyambung???
T: Loh, emang apa?
R1: Ibunya nawarin kita ikut ibunyaaaaaa. Kita ditebengin.
T: wahahahahahahahahahahaha yaampun aku gatau.

................................................................................

Pernah juga nyasar-nyasar di kota orang. Setiap orang punya cara menikmati travelingnya sendiri-sendiri, dan mungkin, MUNGKIN, mungkin kami tipe orang yang menikmati traveling dengan prinsip "Let it gooooo, let it gooooooo~".

Karena hampir sebagian besar petualangan dan jalan-jalan kami itu dilakukan tanpa mikirin 'nanti naik apa, gimana, jalan apa', tapi yang penting pergi dulu, kalo nyasar, bisa nanya. Jadi ya gitu, kalo di jalan adaaaaaa aja yang konyol xD

Selasa, 07 Oktober 2014

Waktu Lelahmu Terbayarkan

Nulis tentang traveling, jalan-jalan, backpack, dan sebagainya, gue alhamdulillah udah ngerasain sejak gue bayi, mungkin. Gue udah sering bepergian dan traveling bahkan sebelum traveling booming kayak sekarang. Gue menyebrangi pulau yang pada saat itu belum banyak orang tau. Gue menikmati setiap pengalaman gue ke tempat-tempat manapun ketika yang lain masih sibuk asik dengan foto makanan dan kuliner. 

Yup, gue dibesarkan dari seorang ayah yang selalu menyebut dirinya sebagai Pemulung dan Pedagang ketika ditanya. Kenapa? Karena bokap gue bekerja dengan 'mengais' rejeki di daerah-daerah lain yang nun jauh terpencil di Indonesia, dan 'menjual cahaya' dari energi terbarukan jauh sebelum pemerintah kita terhormat berpikir bahwa persediaan minyak kita menipis tiap tahunnya.

Oke, kembali ke topik.

Karena itulah, sejak gue TK (atau mungkin sebelum TK) gue sering ikut orangtua gue untuk keluar kota karena pekerjaan bokap. Dan pengalaman tak terlupakan gue adalah ketika gue dikasih kesempatan ngeliat pantai terindah yang pernah gue datengin selama gue hidup di suatu sudut daerah di Nusa Tenggara Barat.

Senggigi

:)

Waktu itu, sungguh, Senggigi bukan wisata yang banyak dibicarakan. Dan gue kesana udah berkali-kali waktu gue kecil. Jangankan Senggigi, ketika orang nanya (waktu gue SD) "Rara habis darimana kok ga masuk Sekolah?" Lalu gue jawab "Lombok, bu.", banyak dari mereka yang gatau Lombok itu dimana.

Dan dalam post ini, gue akan mencampur adukkan semua pengalaman gue menuju pantai cantik bagai surga itu. Gue pernah kesana dengan kendaraan publik, kalo ga salah waktu gue TK. Itu panasnya bukan main, gersang, jalan berbatu-batu. Disana kami naik angkot warna kuning (INI INGET BANGET) tengah hari bolong, panas. Jalannya terpaksa lambat ya karena tadi, emang medannya berbatu-batu (pada waktu itu).

Dan satu yang gue inget adalah ketika gue ke Lombok dengan mobil pribadi, dan mobil gue VW. Nah gue lupa, yang kombi apa yang kodok. Jangan ditanya gimana rasanya ya, selain karena lupa-lupa inget, yang jelas ga pake AC, bisa dipastikan gue nanya mulu sepanjang perjalanan 'berapa lama lagi? berapa lama lagi?'. Waktu tiba di Lombok, kami melanjutkan perjalanan panas terik itu menuju ke Senggigi. Waktu pantai belom seberapa keliatan, gue tiduran di bangku belakang untuk mencegah mabok darat karena jalan yang belok-belok. Kami harus naik turun tebing (gatau dah nyebutnya tebing batu apa bukit batu) selama perjalanan. Sekitar 1 jam 30 menit, gue yang udah mulai semaput-semaput di suruh duduk sama nyokap gue.

Dengan males gue bangun dan ngatur posisi nyaman sambil duduk, dan nyokap gue excited banget ngasitau, "Ra, liat kiri! Udah mulai pantai!"

Gue langsung setengah berlutut di kursi biar dapet posisi yang agak tinggi jadi bisa nengok ke luar jendela kiri, dan apa yang gue liat? 

Mahakarya.

Langit bersih jernih silau biru tanpa cacat, pasir putih bersih berkilauan dari jauh, dan gradasi warna laut dari biru muda-turqoise-biru-biru tua layaknya cat air merk Giotto. Sontak nyokap gue ngingetin gue, "Inget Ra, kalau liat yang indah-indah bilang apa?"

"Subhanallah.."

Dan dimulai dari tempat tertinggi tebing yang kami lewati, sampai turun dan tiba di Senggigi, capek gue, rasa mau semaput gue, ngantuk gue ilang.

Kami menginap di hotel yang terbilang murah, kalo ga salah namanya ada pondok-pondoknya gitu, jadi kamarnya itu terbuat dari anyaman aja, bener-bener sederhana dan tradisional. Pemiliknya adalah suami isteri dari Bali yang pada waktu itu juga udah relatif tua dan tinggal di hotel itu juga. Namanya Pak Ketut.

Sejak tau hotel itu juga, ke Senggigi berikutnya waktu bawa tamu dari Jerman pun kami nginep disitu. Ga ada tv, ga ada kolam renang, cuma ada pondok-pondok dan halaman yang luas dan pantai yang indah.

Sampe sekarang, gue belom nemu pantai lain yang pemandangannya seindah itu. Mungkin ada, tapi belom nemu aja. Dan tiap denger Senggigi gue selalu jadi inget masa kecil gue, dan yang terlintas di pikiran gue adalah:

Cantik dan indah itu adalah sederhana kayak senggigi, gak harus ditunjukkan, karena kalau memang indah lalu dipamerkan, cantikmu gak lagi eksklusif..

Senin, 06 Oktober 2014

Bohong Itu Dosa, Kecuali Demi Apa?

Maaf ya baru publish post hari ini. Mestinya kan kemarin, cuma kemarin seminar dan pulang malem, terus capek, terus males ngetik. Maaf ya.

Bicara soal bepergian yang ribet, sebenernya gue bingung juga. Gue sering merasa ribet biasanya dikarenakan 2 hal: salah bawa tas, dan/atau ada yang ketinggalan. Tapi tulisan yang gue publish hari ini, bukan karena keduanya.

Perjalan gue yang paling ribet itu terjadi tepat 2 tahun lalu, ketika gue sama 2 orang temen gue ikutan jobfair di Jogja. Tararat taraaaaaaaa~.

Sejujurnya, sejujurnya banget, gue takut posting tulisan ini. Lucu-lucu degdegan gimanaaaaa gitu. Jadi kan gue pergi bertiga ya, nah karena kami statusnya mau cari kerja, kami bawa baju dalam jumlah yang cukup heboh. Heboh lah pokoknya. Ngerencanainnya aja heboh, harus nginep dimana, bawa duit berapa, bawa potokopian ijazah berapa, daaan lain-lain. Akhirnya, kami numpang tinggal di rumah sodara salah satu temen gue. Alhamdulillah.

Hari pertama, kami observasi lokasi pamerannya. Muter sana-sini dan setelah kelar langsung pulang kerumah uwak. Hari kedua, kami datang ke pameran. Pulang sore juga tapi langsung pulang, ga mampir-mampir. Hari ketiga dan keempat, kami tes kerja di lokasi yang sama. Kami pikir tesnya bakalan sebentar, gataunya salah satu dari kami tesnya se-abad. Padahal rencananya kami mau nonton Sela on sepen tuh. *tetep*.

Nah, setelah hari itu usai, kami mikir-mikir....

"Kok kayaknya gaenak ya kita numpang terus di uwak kelamaan?"

Kami bertiga jadi bingung.Karena selain numpang, akibat gue dan 2 temen gue ini anak uwak jadi harus tidur depan tv krn kamarnya kami pake -_______-. Setelah mikir cukup lama, akhirnya kami memutuskan untuk pindah numpang ke sodara gue. Kebetulan sodara gue juga udah rada maksa suruh mampir dan tinggal di sana selama di Jogja. Lalu timbul pertanyaan baru:

"Tapi gimana bilang ke uwak? Pasti kalo bilang, nanti Uwak jawabnya 'halah gapapa udah disini aja'" Tapi kaminya yang gaenak, terutama buat si korban gusur yang harus bobok ga ganteng depan tv.

Akhirnya kami memutuskan untuk bohong. Kami bilang ke Uwak kalo kami balik ke Surabaya dikarenakan udah kelamaan di Jogja. Untuk menutupi kebohongan, kami harus mengatur beberapa hal:
1. Jadwal kereta yang ada
2. Berangkat dari rumah jam berapa
3. Naik apa
4. Memastikan kalo orangtua temen gue yang sodaraan sama Uwak udah ngerti skenario kami (jadi ortunya ikut boong, kali-kali ditanya sama Uwak)

Karena sebenernya jarak rumah-stasiun itu relatif dekat, cuma 1 km, jadi kami santai siangnya. Gue dan satu temen gue jalan-jalan ke maliboro sambil nunggu temen gue yang satunya lagi tes kerja. Setengah jam sebelum 'jadwal keberangkatan kereta', kami pulang. Nunggu lah kami trans Jogja dengan anggun. Bisnya dateng, kami naik. Terus ditelponin sama temen gue yang udah kelar tes, ngasitau kalo doi udah di rumah dan Uwak panik nungguin kami (yang lagi otw naik trans Jogja). Kedengeran di seberang telepon, temen gue kasihtau Uwak "Lagi di trans jogja katanya wak", dan si Uwak ngomong "KENAPA NAIK TRANS JOGJA, KENAPA GAK NAIK BECAK AJA KAN UDAH MEPET JAMNYA???"

kami: hening....................................................................

mati dah.

kami gak kepikir....

Terus sambil jalan pulang, kami sekalian liat-liat taxi kosong untuk dipanggil. Ga ada. Akhirnya si Uwak yang nelponin taxi, dan gue sama temen gue pulang sambil degdegan. Takut dimarain Uwak.

Sampai di rumah, kami disambut sama Uwak dan anak Uwak di depan pintu. Langsunglah itu dua orang gue salimin satu satu, minta maap udah bikin deg-degan. Pas ditanya kenapa ga naik becak, gue jawab:

"Maap Uwak, kami ga kepikir naik becak. Soalnya kan mahal. Kalo naik Trans Jogja kan 3500."

Jawab Uwak, "Kalo cuma dari malioboro kan paling mereka minta 10ribu, cuma beda 3ribu sama naik Trans Joga kalo kalian bayar becak patungan, kan??"

ohiya.

Taxi datang, kami naik, Uwak bilang ke sopir "stasiun ya pak", lalu kami dadah-dadah ke uwak dan anaknya, jendela di tutup, aman, langsung kami kasitau pak sopir "Gak ke stasiun pak, tapi ke Sleman."

Keribetan belom usai sampe disitu.

Tiba di Sleman dan selesai bebenah, kami bobok-bobok di kamar. Dan beberapa saat kemudian, twitter gue bunyi. Ada yang ngirim DM. Gue cek, ternyata anaknya uwak dan dia nanya kami posisinya udah dimana. Mati. Gue muter otaaaaak buat ngira-ngira kalo udah 3 jam gitu udah sampe mana. Akhirnya gue jawab "Duh, gelap. Aku gak tau sekarang udah dimana. Hehe"

Dan temen gue ditanya juga sama Uwak. Sekeluarga di Jojga panik karena abis denger berita ada kecelakaan kereta di jalur antara Jogja dan Surabaya. Mereka kuatir kalo kami kena imbas dan kenapa-kenapa di jalan.

Sumpah deh degdegan ga kelar-kelar itu mah. 

Setelah sejam kemudian, ternyata kecelakaannya ada sebelom 'jadwal kereta' kami berangkat. pfiuhhhhhh.

Udah ya, sekali aja boongnya. Capek...................................  Ribet..................................................

*semoga anaknya Uwak gabaca postingan gue*

Maapin ya Uwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak

Jumat, 03 Oktober 2014

Tempat yang Cantik, Tapi...

Bicara tentang wisata yang paling mengecewakan buat gue, gue harus ngubek-ngubek memori perjalanan gue sedari bayi. Sebenernya ada yang deket-deket ini ngecewain, tapi gue lagi nyari ada gak ya yang lebih ngecewain?

Ga ada.

Buat gue, perjalanan wisata yang paling ngecewain itu adalah waktu ke Gunung Anak Krakatau. Bukan karena tempatnya jelek dan sebagainya, bukan. Tapi karena segi perjalanannya yang gak gue sangka banget. Gue gak mempermasalahkan harus berjam-jam di laut atau harus naik angkot ketika di Lampung atau apa.Tapi sumpah,banyak banget yang gak sesuai jadwal dan sebagainya. 

Jadi gue ikut salah satu travel agent murah untuk pergi kesana, menurut jadwalnya, kami berangkat jam 10 malam, mendaki gunung subuh pas sunrise. Ternyata yang gue alamin, jam 10 itu yang dateng baru dikit, bahkan semua panitia itu belom ada yang muncul. Gue dan temen gue jadi bingung, apa kami salah pintu apa gimana. Lalu temen gue nyuruh gue nge sms orangnya dan jawabannya mereka belom sampe dan disuruh tunggu aja dulu.

Oke.

Lanjut kami nunggu, dan emang makin lama tempat kami nunggu makin padet dan rame. Terus jadi padet banget. Terus jadi rame banget. Terus jadi kelewatan padet dan rame. Banyak juga ciwi-ciwi yang bawa tas jinjing dan sendal keteplokan (((keteplokan))). Gue bingung, mereka ini rombongan gue juga apa rombongan pantai indah ancol ya? 

Jam 12 baru deh panitia mulai ngebagiin pita buat tanda perahu dan penyewaan alat snorkel. Dan sumpah ya, itu orang-orang ternyata rombongan gue semua!!!!!!!!!!!!!!!

Kekesalan pertama kedua gue: mereka tuh ga ngebatesin peserta, semuanya di ayoin. Menurut gue ini gak bener, batesin dooooong. Mana enak sih jalan-jalan ber seratus orang begini? Iya, menurut gue gaenak. 20 orang deh paling banyak. Gak nyaman banget sumpah.

Akhirnya kami berangkat menuju Lampung jam 1 pagi. Bodo amat. Di jadwal jam 10, berangkat jadi jam 1.

Sampe di pelabuhan bakauheni, kami lanjut berangkat ke pelabuhan Cantik. Dan itu udah terang. Dan pas itu, dikasih tau lah bahwa naik gunungnya gajadi subuh-subuh, melainkan JAM SEGITU. Sumpah, ini gak banget.

Tapi yaudah, dijalanin aja. Masa iya mau tetep di pelabuhan Cantik aja sampe besokannya...

Abis dari naik gunung dan para awewe itu ganti sendal keteplokan mereka jadi sendal lain yang lebih layak, kami main air. Snorkelingan. Ga ada yang masalah sama snorkelingnya. Gue aja yang jadi mual banget, the fault is mine. Gue ngerasa kecapean setelah perjalanan yang panjang dan kecelup air laut. 

Terus malemnya tiba lah kami di penginapan, sekamar 15 orang dan itu di pisah-pisah dari gengnya. Panitia punya daftarnya sendiri. Niatnya: supaya semua membaur. IYE, NGEBAUR. PAS DIKAMAR DOANG. BEGITU KELUAR KAMAR MAH TETEP AJA KE GENGNYA MASING-MASING. Failed.

Berikutnya mereka ngadain aara bakar-bakar. Iya, gue bilang mereka (baca: panitia) karena gue sama sekali ga menikmati. Acaranya mulai jam 9 malem. Itupun gajelas banget karena keramean dan kemaleman. They were kidding me. Akhirnya gue dan beberapa temen sekamar gue milih bobok aja. 

Besokannya, aseli ya itu panitia ngeselin banget. Kebanyakan mereka itu cuma mau motoin cewe-cewe yang ribut2 aja, yang rumpi, yang bersolek. Awalnya gue kira mungkin banyak foto candid lainnya. Gataunya? Pas udah di upload? Ya gitu. Yang cewe-cewe cakep dan rumpi aja yang dipotoin. Yang poto cowo juga jarang banget. Yang poto cewe under average kayak gue mah bisa keitung jari.

Aduh kalian panitia, mending bikin arisan akbar di ancol aja deh kalo pesertanya segini banyaknya.

Rabu, 01 Oktober 2014

Tujuh Jam Saja

Bicara tentang travel terjauh gue, gue minta maaf kalau isinya nanti mungkin anti klimaks yaa..

Perjalanan terjauh yang pernah gue tempuh adalah ke Amsterdam, Belanda. Ngapain? Transit. Titik.

Gue menempuh perjalanan dengan pesawat terbang selama 15 jam non-stop dari Jakarta ke Amsterdam, YANG UDAH MELINTASI JERMAN, untuk transit.

Dimulai dari penerbangan gue dari Jakarta, pesawat tinggal landas sekitar jam 1 pagi tanggal 15 September 2014. *terus keinget lagi deh menit-menit terakhir dipeluk bokap nyokap gue* Gue nurut pesen bokap gue untuk merubah waktu di jam tangan gue sesuai waktu Jerman, sesampainya gue duduk di bangku pesawat.. *sumpah ini kenapa jadi gue mau nangis* Dengan berat hati gue putar jarum panjang di jam tangan pemberian nyokap gue *nah kan, jadi makin mellow*, dan berdoa supaya perjalanan gue baik-baik aja dan gue bisa tidur.

Niat hati awalnya gue mau minum antimo begitu gue di pesawat, tp sebelom berangkat, ipar gue bilang suruh tahan ngantuk dan mending nonton film dulu sampe 2 judul abis. Nah pas udah jalan, gue lupa obat gue ada di tas, dan tas gue gue taro di bagasi kabin................ mau ngambil, lampunya mati, mau nyalain, gatau caranya.......................Yaudah gue menyerahkan diri aja ke kursi. Atur posisi senyaman-nyamannya untuk bobok gak cantik. 

Tips #1: Kantongin obat-obatan yang udah diniatin banget mau dikonsumsi.

Lumayan lah dapet tidur 2 jam.

Dua-jam.

Karena kebetulan gue duduk di bangku paling depan di kelas kedua, dan ada monitor di depan gue persis yang selalu menginformasikan titik koordinat kami dan waktu antara Jakarta, lokasi terkini, dan Amsterdam. Jadi setiap beberapa saat sekali gue ngeliat lokasi. Pas monitor nunjukkin pesawat kami bakal melintasi (memper-memper) Karachi, gue merinding.

"Duh, aman gak ya?"

"Duh, deket banget sama Karachi, ini ga bisa agak kekiri dikit apah."

Dan setiap monitor nunjukkin waktu, gue langsung kepikiran yang di Jakarta.

"Mama pagi ini nangis gak ya?"

"Mama sama papa lagi ngapain ya..."

Gue buka hape, liatin foto gue sama bokap, foto gue sama nyokap, dan tetep nahan nangis.

Setelah lewat jam 5 pagi waktu Indonesia (setelah pramugari ngasih snack buah), gue nyoba tidur lagi karena lampu dimatiin kembali. 

Lumayan dapet sejam.

Setelah itu gue bangun, dan mendapati matahari mulai terbit. Gue duduk dibarisan tengah, tapi bisa ngeliat ke barisan paling kiri.

Good morning, distance..

That's what I said to myself, to my mom..........

Tiap kali gue mau nangis, gue selalu menyoraki diri gue:

"Ayo raaaaa, anak bungsu, cewek, selama ini dianggep manja. Bangga dong bisa memulai sendiriiiiiii."

Nyokap gue pengen banget bisa nganter gue, apa daya, uang ga memadai. Jadi I did it myself. it's a must.

Setelah matahari mulai muncul, gue udah sama sekali ga bisa tidur lagi sampe mendarat. Yang ada, gue nonton terus sambil sesekali ngeliat ke monitor. Pas sekitar jam 9, pesawat gue melewati Jerman, memper-memper kota Hannover. Dalam hati "PAK, MENDARAT DISINI AJA PAK DARIPADA SAYA HARUS NUNGGU 7 JAM DI AMSTERDAM PAK."

Tapi yang gue lakukan: duduk manis dengan mata layu.

Jam 10.00 waktu jam tangan gue, mendarat lah Garuda Indonesia yang gue tumpangi itu di tanah Amsterdam. Tips #2: Naik GA enak, jadi kalo mau pergi ke Ams, gue sangat merekomendasikan ini, terlebih kakak gue dulu naik pesawat Jerman inisial L, pelayanannya jelek. Dan gue untung sih, dapet tiket yang relatif murah untuk penerbangan ini: 6,13 jt.


Hore! Pijakan kaki pertama di benua biru!

Setelah gue masuk ke airport, ketika semua orang sibuk cari informasi ruang transit, pintu keluar, bagasi, yang pertama gue cari adalah: wifi. Terpujilah wahai Belanda yang murah hati untuk berbagi sinyal wifi gak kayak Jerman. Gue langsung ngabarin orang rumah kalo gue udah selamat mendarat gak kurang satu apapun kecuali........

Kelar ngabarin, baru deh gue cari info penerbanggan gue selanjutnya melalui pintu berapa. Karena gue ga mendapatkan tanda-tanda informasi, maka gue tanya pak satpam. (((satpam))) (((mangnya pos kamling))). Tips #3: Kalo udah sampe Schipol dan ga dapet info, jalan aja sampe nemu monitor warna item, disitu ada semua, gausah nanya, nanti di nasihatin sama petugas bandara 'kamu sebenarnya bisa liat di bla bla bla'. Cuma kalo transtitnya 7 jam KAYAK GUE, ya emang sih harus nunggu 3 jam sebelum penerbangan lo, baru info gate lo terpampang di layar. 

Pas gue nanya, ada anak indo lain bernama Fano yang juga kebingungan nyari ruang transit. Akhirnya gue dapet temen..... Terus kita jadi saling menjaga gitu.. Menjaga tas maksudnya. Pas dia pipis, gue jagain tasnya. Pas gue nyari info, dia jagain tas gue. Doi mau lanjut ke Skotlandia, sedangkan gue ke Jerman. Oke, dia transit cuma sejam, sedangkan gue? Tujuh jam.

Iseng-iseng gue nanya ke petugas bandara apa bisa gue keluar sekedar cari angin, eh ternyata ga direkomendasikan karena statusnya transit. Riskan katanya. Terus juga katanya anginnya lagi gaenak, doi kuatir gue masuk angin.

Karena rencana gue untuk foto di I AM STERDAM-yang mana itu adalah salah satu must-have-shot kalo lagi ke Ams- batal, yauda gue abisin waktu transit itu dengan ngabisin Schipol.

Anjir, gede banget ni bandara. Sekedar pindah gate aja kaki gue rasanya lemes (karena ngantuk kurang tidur juga). Rasa haus pun melanda, gue nyari kran yang airnya tinggal minum itu ga nemu-nemu. Mampir lah gue ke mini shop gitu buat cari air mineral. Yang paling murah. Dan snack. Yang paling murah. Dan halal.
Total: 4,5 euro.

INI KENAPA MAHAL AMAT SIK.

Tips #4: ternyata air siap minum dari kran itu ada di bawah eskalator, sebrang toko cokelat NEUHAUS. Jadi buat kalian traveler ngepas yang haus, gausa beli, cari aja sampe dapet itu kran.

Pas gue tenggak, kampret, ternyata mineral waternya bersoda. Ah yaudahlah apa boleh buat, ga tega sama duit kalo harus dikeluarin lagi. Setelah gue makan dan minum, gue keliling lagi nyari lokasi yang enak buat istirahat. Alhamdulillah, Schipol bangku dan sofa beseraaaaak! Banyak backpacker yang kayanya milih tidur di bandara untuk menghemat. Tips #5: Nginep lah di bandara untuk menghemat biaya penginapan, jangan lupa bawa selimut summer dan bantal kecil.

Schipol itu semua orang keliatan buru-buru, semua keliatan sibuk, jadi sebisa mungkin hindari jalan lambat atau berhenti tiba-tiba, nanti ketubruk. 

Selain sofa yang berserakan, lo juga bisa main piano yang emang disediain bandara untuk pengunjung yang mungkin lagi bete. Mainkanlah. Gue menikmati aja, ngantuk. (bilang aja gabisa main.. Eh bisa kok, dikit!). Ga mau piano? Tenang, disini juga ada perpustakaannya, lo bisa liat-liat buku, atau sekedar browsing dengan komputer yang disediain.

Maaf, segala bentuk tawaran itu gue tolak. GUE NGANTUK BANGET!!!!!!!!

Jam 4 sore waktu Ams, gue masuk ke ruang tunggu. Dan bokap gue ngajak skype, kalo bukan bokap, KALO BUKAN BOKAP, gue udah nolak itu ajakan skype. Gila itu ngantuknya parah banget. Lo bayangin aja tidur cuma 3 jam dalam waktu hampir 48 jam. Pas skype, bokap gue juga komen kalo mata gue udah sayu banget. Akhirnya skype pun berakhir. 16.45, gue masuk ke pesawat KLM untuk ngelanjutin perjalanan gue ke negeri Ueber Alles.

Tips #6: Kalo berniat bawa koper, bawa lah yang sekaligus gede. Kalo naik GA dan lo pelajar yg mau abroad, coba hubungin pihak GA untuk dapet fasilitas ijin bagasi sampe 40 kg, gue dapet info dr temen transit gue begitu. Nanti diminta nunjukkin LoA nya aja. Gausah 2 koper dengan volume berbeda kalo lo transit dan lanjut dengan pesawat berbeda. Dan kalo lo dapet pesawat lanjutannya KLM, mending gausa bawa backpack gede atau koper kecil yang bisa dibawa ke kabin. Kenapa? KLM yang biasa dipake untuk penerbangan domestik (domestik: sesama negara di Eropa) itu pesawat kecil. Dan barang gede ga akan diijinkan masuk kabin, tapi dikasih nomer dan harus masuk bagasi pesawat. Cara masukin bagasinya pun ga kayak di airport, tapi lo harus menyerahkan barang bawaan lo tersebut di bawah pesawat, sesaat sebelom lo naik tangga pesawat. Dan keteledoran sering terjadi disini. Banyak banget kasus penumpang KLM yang kehilangan barang. Ada yang barangnya lupa diangkut, ada juga yang salah masuk pesawat. Pokoknya udah kayak terminal bus gitu. 

Beruntung koper kecil gue kembali dengan selamat. Gue sih saat itu ga khawatir, tapi abis dikasih tau sama temen gue di Jerman, rasanya jadi lega banget. Karena di dalem koper kecil itu gue simpen laptop. huft...................

Yaudah, sekian tentang travel terjauh gue di Amsterdam (baca: bandara Schipolnya doang transit 7 jam).

Semoga infonya bermanfaat, selamat bepergian! ^^

Senin, 29 September 2014

Penunjuk Arah ke Utara Surabaya

MAAP TELAT UPLOAD, TADI RAPAT DULU SOALNYA *bersihin make up*

Hari ini ditantang sama Sarah buat nulis tentang wisata religi. Udah pasti banget sih ini yang bakal gue tulis. 

Di suatu Kota Besar kedua di Indonesia setelah Jakarta, yaitu Surabaya, ada lokasi religi yang terkenal bernama Masjid Sunan Ampel.

Do you know Sunan Ampel? Itu adalah salah satu wali songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dan sekarang beliau dimakamkan di Surabaya. 

Gue kesana terakhir itu tahun 2012, sama keluarganya kakak gue yang kedua. Tugas gue pada waktu itu adalah sebagai navigator. Jadi kakak ipar gue kepengen muter2 Surabaya, tapi isterinya yang merupakan kakak gue yang dulunya jua kuliah di Surabaya gak apal jalan, atau katakan saja: gatau lokasi-lokasi menarik di Surabaya...................................................................

Gue yang di underestimate-kan kalo ga apal lokasi di Surabaya, nerima tantangan ini dengan penuh suka cita. "Apa? Mau wisata di Surabaya? Hah, sapa takut!!"
Gue apal Surabaya yaaa, tolong tekankan itu. Lebih apal Surabaya malah daripada Jakarta. Cuma gatau angkot, maklum, kebiasaan nebeng motor~

Jadilah suatu malam itu gue nunjukkin rute ke wisata Sunan Ampel. Sebenernya ini bukan yang pertama kalinya juga gue kesitu, udah yang ke-6 kali juga, mungkin lebih, dan menurut gue Surabaya itu emang kota yang mudah dihafalkan, gak kayak Malang.

Ada apa aja sih kak di Sunan Ampel?
1. Ada makamnya Sunan Ampel dong yang jelas. Beliau dimakamkan di sebelah barat masjid Sunan Ampelnya.
2. Kulineeeer!!!! yeaaaay! Yup, disini banyak banget makanan enak, sampe cendolnya pun enak banget!!!!!! Kalo malem, lokasi ini jadi tempat kuliner yang oks banggeudh, ada banyak makanan arab2 gitu. Nah, di daerah ini emang dikenal sebagai 'Kampung Arab', karena yang berdomisili disini hampir seluruhnya keturunan Arab.
3. Aksesoris. Buat yang suka pake hena, makan korma, gincu merah tapi batangnya hijau tapi kalo dipake natural banget warnanya, disini juga tempat belinya. Iya, di Tanah Abang juga ada. Tapi sensasinya beda lah, macem kau ke Arab sana. Disini tuh cukup menyenangkan lah kalo mau ganti suasana.

Yang mau ke tempat ini, pastiin dulu tujuannya apa. Kalo mau ke makamnya, bisa siang atau malem. Kalo mau pasar yang jual pernak pernik dan aksesoris, datenglah pagi atau siang. Kalo mau kulineran, datanglah malam.

Mau berkunjung kesana? Bagi perempuan yang ga jilbaban, bawa jilbab ya. Dan jangan pake baju ketat atau pendek.

Sekitar 15 menit dari pusat kota Surabaya dengan mobil, kita udah bisa sampai disini. Parkir kendaraan kalian di lokasi tersebut di jalan besar (harus diingat, Indonesia belum tertata masalah akses ke daerah wisata, jadi harap sabar karena harus parkir liar dsb). Setelah parkir mobil, ikutin papan penunjuk yang ngasih tau lokasi masjid Sunan Ampel. Untuk menuju masjid tersebut, kita akan dibawa ngelewatin lorong yang isinya penjual aksesoris dan jajanan kecil2 yang enak (astaga, gue jadi kepengen cendol T_____T). Gue saranin, mampir aja beli cendol warna putih disitu, itu enak banget rasanya..... alami banget. Beli juga rujak cingur yang di jual oleh mbok-mbok disana. Selain enak, harganya juga masya Allah murahnya. Lorong tersebut kurang lebih 200 m sampai kita tiba di pintu masuk masjid. Begitu masuk, ikuti aja tanda panah ke arah makam Sunan Ampelnya. Kalau lagi bulan puasa, biasanya bakal ramai peziarah. Waktu gue ke makamnya itu malem bulan puasa, ya rame juga.

Nah malamnya, cobain kebab-kebab yang penjualnya beserakan di lokasi itu. Atau mungkin mau coba roti maryam atau roti cane.

Selesai dari berkunjung ke Sunan Ampel, bisa tinggal lurus aja menuju jembatan Suramadu ^^

Selamat berwisataaaaaaaaaa!