Minggu, 12 Oktober 2014

Nagari Pusako Indak Dilupo

Disuruh sama Sarah buat nulis salah satu tempat di ranah Sumatera.

Gue kalo denger kata Sumatera, yang pertama kali diinget adalah: makanan. Buat gue ga ada pulau lain yang punya makanan khas seenak makanan-makanan Sumatera. Makanan Indonesia emang enak-enak, soto betawi enak, rica-rica enak, tapiiiiiiii, makanan Sumatera tiada duanyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Sumatera for the win!!!! Dan kalo udah bahas makanan dari Sumatera, pasti dong semua orang Indo tau: Nasi padang.. Nah, gue akan menceritakan pengalaman gue pulang basamo kaluarga ke nagari pusako, Ranah Minang. 

Urang awak, hurray!

Sebenernya gue bingung kalo menjelaskan lokasi. Karena gini, gue pulang ke desa yang lokasinya di Koto Gadang, tapi gue juga keliling Bukittinggi. Koto Gadang itu di Kabupaten Agam, sedangkan Bukittinggi itu kota sendiri. Yaudah, pokoknya ranah minang deh.

Jadi kami pulang kampung sekeluarga besar di tahun 2004 silam (Udah lama ya, udah 10 taun yang lalu), untuk hidup ga gitu-gitu aja selama 10 tahun. muahahahahaha. Pulang basamo ini kami lakukan waktu Inyik gue masih hidup, jadi saat itu Inyik juga ikutan (YAIYALAH TUAN RUMAH).

Selain ini pertama kalinya gue nginjek 'kampung halaman' (separo darah kelahiran) gue, ini juga pertama kalinya gue nginjek dan mengotori tanah Sumatera. Gue semangat banget waktu itu. Jempalitan sana sini karena bakal ke Padang juga akhirnya Ya Allah Gustiiiiiii......... Mendarat di Bandar Udara Minangkabau, gue heboh ngomong ke mamak babe dan kakak gue "IH KITA UDAH DI SUMATERA YA MA? INI PADANG YA PA? AKHIRNYA YAA SAMPE JUGA RARA KE SUMATERA" berkali-kali. Melanjutkan perjalanan ke desa kami di Koto Gadang yang (gatau deh berapa lama, pokoknya lama) nun jauh disana, gue bener-bener gak tidur. Bukan karena ga bisa tidur, tapi karena emang gak mau tidur!!!!!! Rugi amat kan udah jauh-jauh ke Padang eh di jalan malah bobok keliwatan pemandangan-pemandangan Sumatera yang ga pernah gue liat sebelumnyaaaaaa. 

Ya sebenernya sih biasa aja, Sumatera Barat itu masih tergolong sepi, ga ada bangunan mewah juga, kanan kiri pohon, paling rumah beberapa, tapi ini kan Sumatera Barat! *yaudah, pokoknya hepi banget lah bisa ke Sumatera*. Setelah sekitar 2 jam perjalanan kami mampir makan siang di rumah makan kecil, yang gue kira bakalan ada tulisan 'Restoran Padang' nya................. *norak*

Jalan-jalan ke belakang resto, gue liat-liat empang. Eh, itu nyebutnya empang apa kolam ikan ya? ._. Bersama sepupu-sepupu, gue berdiskusi nama-nama makanan, jenis ikan, dan sebagainya. 

Kelar makan, naik bis, lanjut lagi perjalanan ke koto gadang. Sampe di desa, gue makin semangat! Semangat-semangat bengong ngowos! Selain karena suhunya dingin (gatau kenapa dari kecil sukanya sama suhu gunung, meskipun suka kesiksa sendiri), banyak rumah-rumah gadang. Kami jalan dari tempat bis parkir menuju rumah kami. Banyak juga rumah-rumah non gadang yang suasananya kuno, dan banyak hiasan perak di jendela-jendelanya. Barulah gue tau kalo Koto Gadang memang kota pengrajin perak. Dan bokap gue bilang kalo kerajinan perak di situ udah ada sejak jaman Belanda, gue "ooooooo".

Tiba di rumah, GUE BENGONG LAGI. ternyata rumah yang kami tempatin (yang juga merupakan rumah keluarga itu rumah gadang juga. Cantiiiiiiiiiiiiiiik.......... Andai dulu gue SMP udah punya hp kamera mah gue udah selfi sana sini..

Malam tiba, idung gue ga bisa napas saking dinginnya. Jadi, gue punya masalah akut di urusan pernapasan, terutama pas SMP-SMA. Selalu mampet dan bersin-bersin di suhu dingin yang lembab. Dan semalem suntuk idung gue buntu karena itu emang dingin dan hujan T___T. Gue cuma berdoa dua hal: kalo emang ga bisa lega hidungnya, tolong paginya dicepetin.

Paginya setelah kelar subuhan, kami jogging (baca: jalan-jalan). Bareng kakak ipar gue dan lupa siapa lagi, kami turun ngikutin jalan menuju ngarai sianok. Yang selama ini cuman tau ngarai sianok dari cerita-cerita dan buku pelajaran (gausah ngarep internet, gue mana kenal dulu sama internet), akhirnya gue ngeliat langsung, dan ternyata ga jauh dari desa gue :""). Kami poto-poto di salah satu jembatan yang kami lewatin dekat ngarai. Kalo yang ini ada nih potonya, dulu masih pake kamera roll2an, gue cetak padahal mungkanya bengep.

Capek udah. Seneng udah. Keringetan udah, banjir malah. Laper apalagi. Perjalanan pulang ternyata ga semudah perginya. Iyelah, berangkatnya turun, pulangnya naik. Sampe rumah, gue mandi, keramas, sampoan, sabunan, bedakan, cling! wangik. Berangkat lah gue untuk.................makan!

Gue heran bener-bener ama Sumatera. Bisa gitu ya semua makanan enak. Gatau dah, selama gue ke Padang ama Medan, gue gatau ada makanan ga enak. Nambah 2 kali, kenyang, poto-poto ama keluarga, terus kami cus ke kota. Kan ke Sumbar ga liat jam gadang ga afdol kan yah, maka mampir lah kami kesana. Ngeliat angka romawi yang salah di nomer 4, puas udah liat langsung, lanjut kami cari karupuak sanjai. Setan, gue pengen kan jadinya T_______________T. Sebelom gue (maksa mamak gue) beli, gue minta diyakinkan dulu sama tante-tante gue bahwa itu kerupuk emang yang paling pedes. Setelah yakin itu pedes, gue beli dengan suka cita. Keliling kota Bukit Tinggi (yang mendapat julukan Parijs van Sumatera dari kolonial Belanda) kelar, kami mampir-mampir ke wisata alam. Lembah Anai salah satunya. Lokasinya di pinggir jalan, jadi ga sulit buat orang yang ga mampir liat 'oh itu aia mancua lembah anai'. Abis itu kami pergi ke danau yang tersohor itu, Danau Maninjau. Seinget yang gue tau, sama seperti Danau Toba, danau itu terbentuk karena letusan gunung vulkanik. Dan Maninjau terbentuk dari letusan gunung bernama Sitinjau. Subhanallah ya Indonesia, selain memang mengerikan hidup diantara lempeng-lempeng vulkanik, kita juga dikasih pemandangan-pemandangan cantik dan tanah subur karenanya.

Setelah seharian keliling terus, ada satu tempat lagi yang kami (BACA: IBUK IBUK) kunjungi, yaitu toko pusat kerajinan perak. TETEP LAH YA. Kami kelar dari danau maninjau itu selepas Ashar, perjalanan juga ga deket-deket jaraknya, dan lokasi itu toko, masuk ke daerah yang jalannya sempit banget gitu. Supir bis kami tu suabaaaaaaaaaaaar banget ngayomi para tante-tante ini. Pedahal beberapa bapak-bapak uda bilang batalin aja karena bis susah masuknya, lagian udah gelap. Eh si supir bilang 'gapapa, saya bisa kok..' Yah pak, yah.............................

Kelar urusan sama masalah perak, kami pulang. Hari itu, diawali dengan naik turun ngarai, keliling bukit tinggi, kunjungan ke wisata alam, diakhiri dengan ke toko perhiasan perak, malam itu meskipun dingin tidur gue lelap ^^ :""")

Menelusuri sejarah Koto Gadang, berbanggalah kalian yang berasal dari sana. Karena Koto Gadang terkenal sebagai kota yang melahirkan sarjana terbanyak di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Kalau orang Minang dari desa lainnya meranatu demi berdagang, lain halnya dengan orang dari Koto Gadang, mereka mengutamakan pendidikan di keluarganya. Jadi kebanyakan orang Koto Gadang merantau untuk ilmu pengetahuan.

Btw, ada satu lagi fakta tentang Ranah Minang. Tanah Minangkabau itu punya marawa sendiri yang dijadikan simbol identitas urang awak, dan marawa ini mirip sekali sama bendera jerman. Yang membedakan adalah, kalau bendera Jerman tersusun secara horizontal, kalau marawa minangkabau tersusun seara vertikal. Bendera ini ada sejak salah satu kerajaan di Sumatera Barat ini ada, yaitu Kerajaan Pagaruyung. Kalau ke Minangkabau, atau ke Padang, jangan heran pas liat beberapa rumah atau di jalanan ada bendera hitam-merah-kuning, itu bukan Nazi, bukan Jerman, itu emang marawa Minangkabau yang sampe sekarang masih dipake. Ga ada hubungannya kok antara Jerman dan Minangkabau, karena masing-masing bendera punya artian yang beda. Marawa Minangkabau mengisyaratkan tiga pola kepemimpinan, tiga kekuatan masyarakat, dan tiga wilayah adat (ini inget-inget lagi cerita yang pernah didapet, semoga ga salah :p)

Bicara tentang tanah Sumatera lebih dalam, mungkin kalau kalian nonton film Kapal Van Der Wijk kalian liat bahwa watak orang minang itu sombong dan sangat mempersoalkan garis keturunan. Tapi coba diliat lagi lebih teliti, bukannya emang hampir semua orang jaman dulu yang berasal dari suku yang kental sama adat istiadat, selalu mempersoalkan masalah suku? Yang Jawa kekeuh kalau Jawa yang terbaik, yang Batak kekuh dengan Bataknya, begitu juga Minang, Bali dan sebagainya? Jadi pesen gue sih, buat kita yang sudah open mind, mempertahankan kebudayaan dan seni daerah itu perlu, tapi mari kita kesampingkan urusan 'darah' :D

Kamus:
- Ranah Minang: Tanah Minangkabau
- Rumah Gadang: Rumah Besar (Rumah adat Minangkabau)
- Urang Awak: julukan bagi orang minang
- Inyik: kakek
- Karupuak Sanjai: Makanan ringan terbuat dari singkong dan dilumruin sambel. Makanan ringan khas dari Bukittinggi
- Minangkabau: Minang -> Menang, Kabau -> Kerbau.

Selamat bepergian dan belajar, kalian!:D

1 komentar:

  1. Tinkering: The Tinkering of the Titanium Necklace - IT
    Wear titanium nose jewelry this Tinkering titanium grades - Tinkering Tinkering bracelets for columbia titanium boots men with shoulder width x b titanium nose hoop Tinkering, Tinkering bracelets, Tinkering bracelets and Tinkering bracelets are microtouch solo titanium suitable

    BalasHapus