Minggu, 14 April 2013

Rinjani dan Birawa (I)

Suatu malam, dia yang bercelana jeans lusuh, kaos 'The Beatles', dan converse abu-abu yang udah keliatan berwarna putih itu berdiri dengan muka serius didepan aku. Jelas dong, aku bertanya-tanya, orang 'slengean' ini kok tumben mukanya bisa serius? Dan, ini kota dingin banget, orang-orang aja pake syal, masih menggigil. Ya, dia juga pake syal sih. Tapi keningnya keringetan.

Dia 'ngosekin' kakinya ke jalan, masukin tangan ke kantong kiri-kanan celana jeansnya, dan membuang nafas lewat mulut. Muka serius, tapi diem aja.
"Ra, kenapa sih kita kesini? Katanya ga suka tempat rame?"
Aku beraniin tanya ke dia.

Dia noleh sebentar ke aku, tapi habis itu noleh ke kanannya, dengan alis masih berkerut serius.
"Iya, aku ga suka tempat ini. Terlalu banyak orang pacaran, rame."
Jawabnya.

Aku mulai kesal, kalo ga suka kesini ya kenapa kesini? Terus mukanya kayak orang lagi dikejar tukang kredit gini. Kayaknya dia lagi ada masalah.
"Yaudah Ra, kalo gitu kita main ke tempat lain aja. Ini juga dingin banget, lagi bersalju begini.."
"Engga Rin. Nanti dulu. Bentar yah." 
Sekarang jawabnya sambil senyum.. dikit..

Yaudah deh, berhubung dia yang ngajak kesini, ke tempat yang sebenarnya kata orang romantis tapi buat kami enggak-banget ini, ya aku nurut aja. Toh aku mau pulang juga ga berani sendirian. Too much stranger here.

Lima menit kemudian, kami masih jalan-jalan kecil di lokasi ini. Sampai akhirnya aku bosen juga.
"Ra, serius deh. Pulang aja yuk."
"Bentar Rin."
Katanya sambil memasang mata teges.
"Kenapa? Kok mukanya serem gitu?!"
"Duh, maaf, aku ga bisa masang muka ga serem kayaknya. Hehe."
"Terus bentar kenapa? Kita ngobrol di tempat lain aja."
"Jangan dong, disini aja."
"Kamu nih ngeheranin deh. Katanya ga suka tempat ini. Tapi ngajak temen kamu kesini. Udah sampe sini, kitanya mirip TKI ilegal yang lagi spy masyarakat lokal. Diajak pulang, gak mau."
"Mau tau kenapa aku kekeuh banget minta disini dulu?"
"Iya, kenapa?"
Dan Birawa-nya diem lagi sampe sekitar 10 detik.
"Penasaran aja, pengen buktiin kalo kata orang-orang bener, tempat ini romantis. Meskipun sampe detik ini belom ketauan dimana sisi romantisnya."
"Hhhhhh, yaudah sambil cari tempat duduk, gimana? Pegel berdiri terus,"
"Tapi aku yakin kurang dari 30 menit lagi tempat ini bakal terbukti romantis." Katanya sambil TETAP ga pindah posisi berdiri. 
"Kenapa gitu?" 
"Gak suka sama suatu tempat itu ga seru. Jadi aku pengen jadiin tempat yang awalnya aku ga suka, jadi suka."
"Caranya?"
"Gini ya, Rinjani.." 
Tiba-tiba matanya udah ga melengos kanan-kiri, tapi tajem ke muka aku. Aku mendadak ciut. 
"Kok-serem-lagi" 
Kataku pelan. 
"Ga perlu tempat bagus, ga perlu tempat mahal, ga perlu baju rapi, cukup begini aja. Asalkan kamu bersedia untuk nikah sama aku, hari ini dan tempat ini bakal jadi kenangan yang paling indah buat hidup aku...."
Tangan kiri Birawa keluar dari kantong jeans nya dan menggenggam kotak hitam. Iya, hitam, bukan merah kayak di film-film. Dan buka kotak tersebut didepan aku, anak orang yang orangtuanya nun jauh dimana, kebingungan, mulut nganga. Ini sangat tidak romantis. Okelah, ini romantis. Setidaknya bagi kebanyakan orang diajak menikah ditempat seperti ini dianggap sangat romantis. 

Cincinnya sederhana, warna perak, tidak ada permata, hanya berukiran inisial B.

"Rinjani, jangan diliat aja cincinnya. Maaf aku bukan orang kaya. Tapi aku janji, ini cincin sementara kok."
Aku speechless. Jadian aja gak pernah. Selama ini kayak temenan aja. Sekalinya ngomong, langsung ngajak nikah?! Dan sambil ngasih cincin???? Astaga!
"... Aku mau suka sama tempat ini dengan cara seperti ini, Rin."  
Lanjutnya.
"Terus?" 
Tanya ku. Oke, marahlah sama aku. Diajak ngomong serius begini, matanya nusuk begini, aku malah bilang 'terus?' ???.
"Ya kamu bersedia apa enggak." 
"Terus kalau aku engga mau? Aku bakal masuk ke dalam golongan kenangan jelek dong?"
"Hmm. Kayaknya sih kamu ga akan cocok masuk ke dalam kotak kenangan jelek, Rin. Jadi, jawab 'iya' aja ya, jangan enggak.."
"Dan kalau aku tetep gak mau?"
"Aku bakalan tiap hari nanyain kamu kapan kamu maunya. Karena kamu terlalu bagus buat masuk ke kotak kenangan jelek, Rin."
"Sekarang gini ya. Kita kenal udah dari 10 tahun yang lalu. Cuma kenal. Ketemu lagi di tempat kuliah, tapi kamu sama siapa, aku sama siapa. Sekarang, di tempat yang jauh banget dari rumah, ga sengaja ketemu lagi sama kamu, dalam kondisi berbeda. Tapi, sekalipun kamu ga pernah bilang kalau kamu sayang kah sama aku, atau gimana. Eh, tiba-tiba kamu ngasih cincin beginian terus berani ngomong nikah?!"
Jawabku sambil penasaran dan (mungkin setengah) kesal. 

Birawa nunduk. Tapi hanya sebentar, kemudian balik lagi ngasih mata tajemnya ke aku.
"Iya. 9 tahun tau kamu, 3 bulan kenal kamu, 5 bulan aku jatuh hati sama kamu, dan satu kalipun aku gak pernah bilang cinta atau sayang. Kenapa? Karena mereka berdua itu adalah kata kerja. Kata kerja bukan harus diucapkan dalam kalimat. Sama seperti 'walking'. Ga perlu aku bilang sama jalan yang aku laluin "I walk you". Sayang sama cinta itu kata kerja. Yang perlu kamu tau adalah, semua yang aku lakukan selama 8 bulan ke kamu adalah bentuk kerja 'sayang' aku sama kamu. Dengan jagain kamu, temenin kamu waktu kamu butuh, melindungi kamu, tanpa perlu aku bilang aku sayang kamu. Aku hanya merasa, aku lebih pantas membuktikannya daripada mengatakannya. Tapi, Rinjani, kalau kamu benar-benar butuh kalimat itu, aku pasti kasih."
Sekarang gantian, aku yang diam. Lebih lama daripada diamnya Birawa tadi. 

Aku harus ngomong apa? 
Baiklah, mungkin aku harus tanya..
"Aku dikasih waktu?"
"Ini bukan kuis, Rin. Kalau kamu mau, ya bilang mau. Kalau enggak, besok aku tanya lagi."
Gila ini orang. Dilain sisi, dia ini seorang musisi yang bisa bikin syair bagus-bagus, dilain sisi, dia berpendapat ga suka bilang sayang, dilain sisi, dingin banget ngomong 'ini bukan kuis, Rin' pas lagi nagajak nikah anak orang!

Tapi, well, siapa lagi orang yang bisa begini kayak Birawa? Tanpa perlu basa-basi, tanpa perlu tampil sempurna, dia udah melakukannya nyaris sempurna.

Jadi....
"Iya, aku bersedia. Bersedia ngejadiin tempat yang kamu ga suka ini jadi tempat yang paling berkesan buat kamu. Aku bersedia.."
Kelanjutannya?

-Rinjani Aurora Tunggadewi-

........................................................................

Fatima, 
@magicalofrara

2 komentar:

  1. Ein gut Schreiben.

    03.43 ?? can't sleep or just awaken?

    BalasHapus
    Balasan
    1. engga dua-duanya , salah jam itu ga ngerti ngaturnya -__-

      thank you for your compliment by the way..

      Hapus