Selasa, 16 April 2013

Simple Happy :)

Ada sedih, ada juga senang. Ini dia lagu-lagu yang liriknya bikin senyum :)

Here we are!

-Vidi Aldiano, Nuansa Bening-

-SO7, Percayakan Padaku-

-SO7, Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki-

-Jason Mraz, Woman I Love-

-Colbie Caillat, Bubbly-

-Nidji, Laskar Pelangi-

-Colbie Caillat, Lucky-

-Nugie, Pelukis Malam-

Dan untuk lagu yang terakhir, ini satu lagu liriknya aku suka banget. Dari awal sampe akhir, uda bertaun-taun, selalu didengerin :)
-Plain White T's, Hey There Delilah-

Sadgenic

Beberapa kepingan lirik dari beberapa penyanyi yang agak-memberi-kesan waktu sedih.

Here we go!


-Kimbra, Somebody that I used to know-

-Gotye, Somebody That I Used to Know-

-Christina Perri, Distance-
-X Japan, Endless Rain-

-Jason Mraz, Beautiful Mess-
-Christina Perri, Jar of Heart-
-John Mayer, Dreaming With a Broken Heart-
-Michael Buble, Always on My Mind-
-Taylor Swift, Back to December-

Senin, 15 April 2013

Rinjani dan Birawa (II)

"Ada banyak yang lain yang bisa memenangkan hati kamu. Ada banyak alasan kenapa kamu nggak harus milih aku. Apa yang ada di aku sekarang, nggak lebih baik dari apa yang bisa oranglain kasih untuk kamu."

Kata Birawa. Matanya marah, tidak melihat ke arahku, melainkan jauh memerhatikan keluar jendela sana.


"Birawa, bukan 'sesuatu' yang membuatmu memenangkan aku. Bukan apa yang terlihat dari kamu yang bisa membuat aku yakin. Tapi, semua yang selama ini tidak pernah nampak dari kamu dan ditangkap oleh mataku, mampu membuat aku yakin, bahwa bukan sebuah kesalahan aku sekarang ini ada untuk kamu."

........................................................................

Birawa (I)

"Saya pernah merasakan kehilangan, tapi itu bisa saya atasi. Tapi perasaan saya ke kamu, kenapa begitu menciptakan banyak ketakutan? Dan saya tidak bisa mengatasinya. Paling tidak jika saya tidak dengan kamu."


-Birawa-
........................................................................

Fatima,
@magicalofrara

Minggu, 14 April 2013

Rinjani dan Birawa (I)

Suatu malam, dia yang bercelana jeans lusuh, kaos 'The Beatles', dan converse abu-abu yang udah keliatan berwarna putih itu berdiri dengan muka serius didepan aku. Jelas dong, aku bertanya-tanya, orang 'slengean' ini kok tumben mukanya bisa serius? Dan, ini kota dingin banget, orang-orang aja pake syal, masih menggigil. Ya, dia juga pake syal sih. Tapi keningnya keringetan.

Dia 'ngosekin' kakinya ke jalan, masukin tangan ke kantong kiri-kanan celana jeansnya, dan membuang nafas lewat mulut. Muka serius, tapi diem aja.
"Ra, kenapa sih kita kesini? Katanya ga suka tempat rame?"
Aku beraniin tanya ke dia.

Dia noleh sebentar ke aku, tapi habis itu noleh ke kanannya, dengan alis masih berkerut serius.
"Iya, aku ga suka tempat ini. Terlalu banyak orang pacaran, rame."
Jawabnya.

Aku mulai kesal, kalo ga suka kesini ya kenapa kesini? Terus mukanya kayak orang lagi dikejar tukang kredit gini. Kayaknya dia lagi ada masalah.
"Yaudah Ra, kalo gitu kita main ke tempat lain aja. Ini juga dingin banget, lagi bersalju begini.."
"Engga Rin. Nanti dulu. Bentar yah." 
Sekarang jawabnya sambil senyum.. dikit..

Yaudah deh, berhubung dia yang ngajak kesini, ke tempat yang sebenarnya kata orang romantis tapi buat kami enggak-banget ini, ya aku nurut aja. Toh aku mau pulang juga ga berani sendirian. Too much stranger here.

Lima menit kemudian, kami masih jalan-jalan kecil di lokasi ini. Sampai akhirnya aku bosen juga.
"Ra, serius deh. Pulang aja yuk."
"Bentar Rin."
Katanya sambil memasang mata teges.
"Kenapa? Kok mukanya serem gitu?!"
"Duh, maaf, aku ga bisa masang muka ga serem kayaknya. Hehe."
"Terus bentar kenapa? Kita ngobrol di tempat lain aja."
"Jangan dong, disini aja."
"Kamu nih ngeheranin deh. Katanya ga suka tempat ini. Tapi ngajak temen kamu kesini. Udah sampe sini, kitanya mirip TKI ilegal yang lagi spy masyarakat lokal. Diajak pulang, gak mau."
"Mau tau kenapa aku kekeuh banget minta disini dulu?"
"Iya, kenapa?"
Dan Birawa-nya diem lagi sampe sekitar 10 detik.
"Penasaran aja, pengen buktiin kalo kata orang-orang bener, tempat ini romantis. Meskipun sampe detik ini belom ketauan dimana sisi romantisnya."
"Hhhhhh, yaudah sambil cari tempat duduk, gimana? Pegel berdiri terus,"
"Tapi aku yakin kurang dari 30 menit lagi tempat ini bakal terbukti romantis." Katanya sambil TETAP ga pindah posisi berdiri. 
"Kenapa gitu?" 
"Gak suka sama suatu tempat itu ga seru. Jadi aku pengen jadiin tempat yang awalnya aku ga suka, jadi suka."
"Caranya?"
"Gini ya, Rinjani.." 
Tiba-tiba matanya udah ga melengos kanan-kiri, tapi tajem ke muka aku. Aku mendadak ciut. 
"Kok-serem-lagi" 
Kataku pelan. 
"Ga perlu tempat bagus, ga perlu tempat mahal, ga perlu baju rapi, cukup begini aja. Asalkan kamu bersedia untuk nikah sama aku, hari ini dan tempat ini bakal jadi kenangan yang paling indah buat hidup aku...."
Tangan kiri Birawa keluar dari kantong jeans nya dan menggenggam kotak hitam. Iya, hitam, bukan merah kayak di film-film. Dan buka kotak tersebut didepan aku, anak orang yang orangtuanya nun jauh dimana, kebingungan, mulut nganga. Ini sangat tidak romantis. Okelah, ini romantis. Setidaknya bagi kebanyakan orang diajak menikah ditempat seperti ini dianggap sangat romantis. 

Cincinnya sederhana, warna perak, tidak ada permata, hanya berukiran inisial B.

"Rinjani, jangan diliat aja cincinnya. Maaf aku bukan orang kaya. Tapi aku janji, ini cincin sementara kok."
Aku speechless. Jadian aja gak pernah. Selama ini kayak temenan aja. Sekalinya ngomong, langsung ngajak nikah?! Dan sambil ngasih cincin???? Astaga!
"... Aku mau suka sama tempat ini dengan cara seperti ini, Rin."  
Lanjutnya.
"Terus?" 
Tanya ku. Oke, marahlah sama aku. Diajak ngomong serius begini, matanya nusuk begini, aku malah bilang 'terus?' ???.
"Ya kamu bersedia apa enggak." 
"Terus kalau aku engga mau? Aku bakal masuk ke dalam golongan kenangan jelek dong?"
"Hmm. Kayaknya sih kamu ga akan cocok masuk ke dalam kotak kenangan jelek, Rin. Jadi, jawab 'iya' aja ya, jangan enggak.."
"Dan kalau aku tetep gak mau?"
"Aku bakalan tiap hari nanyain kamu kapan kamu maunya. Karena kamu terlalu bagus buat masuk ke kotak kenangan jelek, Rin."
"Sekarang gini ya. Kita kenal udah dari 10 tahun yang lalu. Cuma kenal. Ketemu lagi di tempat kuliah, tapi kamu sama siapa, aku sama siapa. Sekarang, di tempat yang jauh banget dari rumah, ga sengaja ketemu lagi sama kamu, dalam kondisi berbeda. Tapi, sekalipun kamu ga pernah bilang kalau kamu sayang kah sama aku, atau gimana. Eh, tiba-tiba kamu ngasih cincin beginian terus berani ngomong nikah?!"
Jawabku sambil penasaran dan (mungkin setengah) kesal. 

Birawa nunduk. Tapi hanya sebentar, kemudian balik lagi ngasih mata tajemnya ke aku.
"Iya. 9 tahun tau kamu, 3 bulan kenal kamu, 5 bulan aku jatuh hati sama kamu, dan satu kalipun aku gak pernah bilang cinta atau sayang. Kenapa? Karena mereka berdua itu adalah kata kerja. Kata kerja bukan harus diucapkan dalam kalimat. Sama seperti 'walking'. Ga perlu aku bilang sama jalan yang aku laluin "I walk you". Sayang sama cinta itu kata kerja. Yang perlu kamu tau adalah, semua yang aku lakukan selama 8 bulan ke kamu adalah bentuk kerja 'sayang' aku sama kamu. Dengan jagain kamu, temenin kamu waktu kamu butuh, melindungi kamu, tanpa perlu aku bilang aku sayang kamu. Aku hanya merasa, aku lebih pantas membuktikannya daripada mengatakannya. Tapi, Rinjani, kalau kamu benar-benar butuh kalimat itu, aku pasti kasih."
Sekarang gantian, aku yang diam. Lebih lama daripada diamnya Birawa tadi. 

Aku harus ngomong apa? 
Baiklah, mungkin aku harus tanya..
"Aku dikasih waktu?"
"Ini bukan kuis, Rin. Kalau kamu mau, ya bilang mau. Kalau enggak, besok aku tanya lagi."
Gila ini orang. Dilain sisi, dia ini seorang musisi yang bisa bikin syair bagus-bagus, dilain sisi, dia berpendapat ga suka bilang sayang, dilain sisi, dingin banget ngomong 'ini bukan kuis, Rin' pas lagi nagajak nikah anak orang!

Tapi, well, siapa lagi orang yang bisa begini kayak Birawa? Tanpa perlu basa-basi, tanpa perlu tampil sempurna, dia udah melakukannya nyaris sempurna.

Jadi....
"Iya, aku bersedia. Bersedia ngejadiin tempat yang kamu ga suka ini jadi tempat yang paling berkesan buat kamu. Aku bersedia.."
Kelanjutannya?

-Rinjani Aurora Tunggadewi-

........................................................................

Fatima, 
@magicalofrara

Jumat, 05 April 2013

eine Frage für dich

Setiap nafas memiliki kesempatan untuk memilih. 
Nadi yang masih berdenyut selalu memiliki hak untuk menentukan. 
Tapi untuk menentukan segalanya, tidaklah mudah. 
Beberapa dihadapkan dengan problematika yang tidak sesederhana itu.

Kini izinkan aku untuk bertanya kepada kamu. Iya, kamu. Apakah kamu jatuh cinta? 

Benarkah iya?
Semudah itu kah kamu memilih untuk mengatakan itu cinta? Memang seperti apa rasanya? Tiap waktu teringat bayangan dia yang kau puja, lantas kau sebut itu cinta? Kamu ingin melihatnya, dekat dengannya, dan kamu mengatakan itu sebuah cinta? Kamu jatuh ke dalamnya?

"Bukan hanya itu, aku juga takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku tidak bisa melihatnya sedih. Aku tidak bisa tanpa dia."

Berapa lama itu teradi? Apakah lama? Dua tahun? Pernahkah kamu kehilangan dia sampai kamu bisa berkata demikian? Jika belum, rasakan dulu, baru kamu bisa putuskan.

Kamu menjawab tidak?
Seberani itu kah dirimu untuk menolak cinta? Lalu bagaimana dia yang selalu ada untuk kamu? Selalu bersedia mendengarkan segala keluh kesahmu meski dia tidak menginginkanmu? Benarkah pilihanmu untuk mengatakan 'tidak' adalah sebuah keberanian? Ataukah penolakan itu merupakan wujud ketakutanmu untuk menghadapi kenyataan? Kenyataan bahwa, sesungguhnya perasaanmu sudah terjadi sangat lama. Seberapa besar ia ada untukmu, dan sebesar itulah ia menggerogoti pikiranmu karena dia bukan milikmu.

Haha, ini merupakan sebuah propaganda perasaan. Mempropagandakan segala macam kenangan yang pernah kamu rasakan. Pahit, manis, atau terlalu pahit dan manis pada saat yang bersamaan. Ini semua membuatmu ragu untuk memutuskan. Semua sangat buram untuk dijawab. Terlalu singkat, namun besar juga ketakutan yang kamu rasakan. 

Aku bukan ahli cinta, aku juga tidak terlalu pintar berlogika. Aku hanya bisa berpendapat serta menilai. Aku hanya bisa menyimak tiap kejadian yang dialami oleh orang-orang terdekatku, melihat jalan cerita mereka, mengumpulkan fakta, bahwa banyak mereka akhirnya beranjak meninggalkan sesuatu yang dulu mereka sebut 'cinta' (namun ternyata bukan cinta). Dan menangisi tiap cerita orang terdekatku, yang memiliki liku tak sedikit, terlalu banyak persimpangan, namun perasaannya tetap teguh pada satu walau tak terbalas. Yang dulu mereka katakan itu bukan cinta, namun ternyata, perasaan itu hingga kini ada dan baru sekarang mereka menyadari, dan terlambat. 

Tidak ada kepastian dalam kamus hidup. Tapi semua ada kemungkinan. Sesulit apapun jalanmu. Setebal apapun novel kisah hidup kamu. Semua tidak menutup kemungkinan apa yang kamu cintai, benar-benar menjadi cintamu.

Dan itu, hanya kamu yang memutuskan. 
Nafasmu, nadimu, penyesalanmu, bahagiamu, pilihanmu.

There is a love, there is a will. And if there is a will, so there is a way.