Hai, lama saya ga nulis di blog ini, dan pada kesempatan ini saya mau
berbagi sedikit cerita tentang pengalaman singkat saya di Penang. Kalau nanti
tulisan saya panjang, bagi saya tetap singkat, karena cerita yang panjang hanya
diperuntukkan bagi mereka yang sudah lama tingal di Penang.
Penang, sebuah wilayah kecil di negara Malaysia, hanya 2,5 jam dari Jakarta
dan 45 menit dari Medan dengan transportasi udara. Ada dua wilayah pada Penang,
yaitu Penang kepulauan, dan Penang daratan. Penang yang saya singgahi merupakan
Penang bagian kepulauan. Orang wilayah sini asli menyebut Penang dengan sebutan
Pinang, sedangkan orang barat menyebutnya Pineng, dan buat saya (orang
Indonesia) menyebutnya persis seperti tulisannya, Penang.
Secara iklim wilayah ini tidak berbeda dengan Jakarta atau kota-kota lain
di pulau Jawa. Namun lokasinya terdapat perbukitan hijau dan dikelilingi oleh
teluk. Sedangkan untuk penduduk yang tinggal disini, terdiri dari 3 jenis warna
kulit. Kulit merah yaitu India, kulit kuning yaitu China, dan kulit Sawo Matang
yaitu Melayu.
Apa yang saya ingin ceritakan disini tidak semata-mata yang senang-senang
saja, tapi lebih kepada apa yang saya pelajari disini. Baik dari apa yang saya
lihat dengan mata, saya dengar dari telinga, ataupun yang saya rasa dari hati.
Tujuan utama saya kesini adalah untuk menemani kedua orangtua saya. Ayah
saya harus mengalami pengobatan karena sakit jantung, dan dokter memvo is bahwa
ayah saya harus di operasi bypass. Karena tidak mungkin Ibu saya seorang diri
menjaga ayah saya, maka sayapun ikut. Pada awalnya, terus terang saja, saya
sangat tidak semangat untuk ikut ke Penang. Ada dua hal, saya berada dalam
waktu yang tepat untuk mencari kerja karena saya baru saja lulus, dan saya
memang tidak seberapa tertarik dengan Malaysia. Karena dua hal ini, saya sedih
harus ikut ke Penang, Malaysia. Tapi karena ini demi orangtua saya, ya saya
harus mengesampingkan ketidaksenangan saya itu.
Saya berangkat ke Penang pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 18.00 WIB dari
Jakarta. Pada hari pertama kami sampai, kami menginap di hotel Georgetown City.
Lokasinya di seberang jalan persis dari rumah sakit yang akan ayah saya tuju,
yaitu Penang Adventist Hospital. Awalnya lagi, saya kurang sreg harus kesini.
Saya takut dapat sambutan yang kurang baik disini, dan banyak lagi hal-hal
negatif yang saya pikirkan. Tapi rumah sakit ini sangat-sangat terkenal di
wilayah Indonesia. Dan memang, untuk kasus penyakit jantung, sangat banyak
berita baik datang dari rumah sakit ini. Kata orang-orang “Kalau untuk penyakit
Jantung, Penang emang bagus banget”. Oke, semoga hal itu juga berlaku buat ayah
saya.
Hari rabu, 3 Oktober 2012, papa mulai menemui dokter konsultan Jantung.
Disini sistemnya pasien adalah raja, jadi boleh pilih dokter mana yang pasien
mau. Saya tidak tau lengkapnya bagaimana, pokoknya papa saya akhirnya dapat
dengan Dr. Calvin Tean. Selama menunggu juga, kanan kiri saya orang yang
berasal dari Indonesia. Mereka juga ‘alumni’ bypass dari RS PAH ini. Mereka
banyak sekali membantu, yang satu perempuan usianya kira-kira 70 tahun, dia
menyarankan dengan dokter Simon untuk bedah. Kemudian yang satu lagi laki-laki,
usia 64 tahun. Keuarganya banyak cerita, dan membantu soal penginapan. Katanya
jangan di hotel, mahal, mereka merekomendasikan apartemen murah untuk kami
selama proses pengobatan papa.
Kesan pertama yang saya dapat dari RS ini adalah, semua membaur. Saya terus
terang saja sangat terharu melihat para pekerja. Apapun warna kulitnya, semua
membaur jadi satu. Tidak ada sama sekali kesenjangan. Tidak peduli dia china,
india, melayu. Dan, semua ramah. Saya tidak melihat ada satupun pekerja RS yang
tidak ramah. Subhanallah, ini tidak pernah saya dapati sebelumnya.
Kamar hotel tempat saya menginap berada di lantai 19. Saya tidur tepat
disamping jendela, dimana ketika saya melihat keluar, akan langsung terlihat
bukit hijau membentang dihadapan saya. Seolah bisa saya gapai. Saya juga bisa
melhat sekolah-sekolah dengan halaman yang luas untuk olahraga, sekalipun itu
sekolah khusus perempuan. Seluruh kawasan hijau, rimbun, nyaman, jalanan
teratur, semua saling menghargai satu sama lain.
Lanjut pada hari berikutnya dimana ayah saya harus sudah masuk ke RS, yaitu
4 Oktober 2012. Waktu saya jalan menuju RS, dijalan ada beberapa orang menyapa.
Saya tidak kenal mereka, mereka juga tentu tidak kenal saya. Mereka tanya saya
darimana, ada keperluan apa di Penang, siapa yang sakit, sakit apa. Jangan
dipikir pertanyaan-pertanyaan itu ditanyakan dengan rasa curiga, justru mereka
tanya itu semua dengan sangat-sangat-sangat ramah. Seperti ketemu teman
dijalan. Saya merinding. Saya lahir dan besar di Jakarta, lalu kuliah di
Surabaya. Tapi saya nggak pernah sekalipun mendapati kejadian seperti ini.
Semua orang sibuk sama urusan masing-masing, boro-boro yang tidak kenal menyapa,
yang sudah kenal saja, seringkali kalau sedang papasan malah nunduk, pura-pura
ga liat. Sedangkan di Penang, Malaysia, yang saya lihat dari TV, atau media
lainnya seolah kami (Indonesia-Malaysia) musuh, ternyata saya tetap
diperlakukan sangat ramah. Saaaaaaaaaaaaangat ramah. Lalu jalan lagi di tempat
berebeda, papasan dengan orang India Penang, dia sapa ‘Morning’.
Kekeluargaannya erat sekali disini. Saya merasa sangat bodoh kalau selama ini
mudah di provokasi oleh ulah politik, jadi benci Malaysia. Buat apa benci itu
selama ini?
Pada tanggal 4 ini, saya dan mama harus pindah ke aparemen supaya biaa
untuk tinggal tidak terlalu mahal. Saya yang ditugaskan untuk mengurus tempat
tinggal kami ini. Akhirnya saya dapat penginapan, pemiliknya orang Thailand. Ahh,
ini dia. Orang-sini-sangat-menghargai-waktu. Jika dia janji memberi informasi
via apapun, dia akanb tepati waktunya seperti apa yang dia bilang di awal.
Mrs.Joe nama pemiliknya. Dia berjanji pada saya untuk menghubungi saya pukul
7.30 waktu Penang. Tidak seperti kebanyakan kalau ini janji dengan orang
Indonesia (jangan tersinggung, kita semua tau bagaimana orang kita sangat
kurang disiplin soal waktu), sebelum 7.30, dia sudah menelpon saya. Kalau
janjian dengan orang kita sendiri, 7.30 itu bisa berarti jam 8, lebih-lebih
sedikit juga tidak masalah. Lalu ia berjanji pukul 12.30 waktu Penang akan
jemput saya di hotel. Sebelum jam itu, saya berada di RS bersama papa dan mama
saya. Sekitar pukul 11.30 saya pulang ke hotel untuk membawa barang saya dan
siap-siap pindah ke guetshouse. Saya duduk di lobby sambil menunggu orang dari
guesthouse jemput saya. Benar saja seperti janjinya, sebelum pukul 12.30 Mrs
Joe sudah menelpon saya menanyakan apa saya sudah siap. Tidak sampai setengah
jam, orang yang menjemput saya pun datang. Saya bersama dia, anak laki-lakinya,
sepertinya seusia saya, jalan kaki menuju guesthouse. Waktu menunjukkan belum
pukul 12.30. Indonesia, negeri tercintaku, tidak bisakah kita sedisiplin
orang-orang ini meskipun untuk hal-hal sekecil ini??
Lanjut pada hari berikutnya, tanggal 5 Oktober 2012. Hari dimana Maroon 5
konser di Jakarta (ini penting!), dan hari papa operasi. Kami bangun pukul 5
pagi waktu Penang, atau pukul 4 pagi WIB, karena suster sudah memperingatkan
kami untuk menemui papa pukul 6 pagi, karena pukul 6.30 papa sudah harus
disuntikkan obat tidur menjelang operasi. Pagi itu hujan, kami terpaksa pinjam
payung milik orang penginapan. Sampai di RS, papa baru saja mandi sabun
antiseptik. Setelah mandi, suasana mulai gak enak. Suster memberikan kami 1
tempat duduk lagi untuk kami agar kami bertiga bisa duduk dan berdoa untuk
operasi. Allahuakbar, kami diberikan waktu khusus untuk berdoa. Mereka
memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga hingga ke detail-detailnya. Lalu
papa memanggil saya untuk bilang ini, “Rara, maafin papa ya. Maafin papa kalau
papa selama ini ada salah.” Saat itu, mau tidak mau, suka tidak suka, akhirna
saya menangis. Padahal sebelumnya saya sudah janji untuk tidak nangis. Setelah
itu, saya memilih untuk keluar kamar.
Saat itu saya
berpikir, semua pikiran negatif dapat membangkitkan energi negatif terhadap
kondisi, dan begitu juga sebaliknya. Jadi, saat saya keluar kamar saya hanya
menatap keluar jendela sambil berpikir “Besok pas papa sembuh, kita jalan2
kemana ya?” sampai akhirnya saya bisa mengatasi rasa takut saya.
Tidak lama setelah itu, dua orang perawat datang kekamar papa untuk membawa
papa ke ruang operasi. Tangis mama tidak terbantah, aku sekuat tenaga senyum
dan melambaikan tangan kearah papa dan berkata tanpa suara “Semangat, papa!” Waktu
menunjukkan pukul 7 pagi waktu Penang, atau pukul 6 pagi WIB. Saya dan mama
menunggu diruang tunggu keluarga operasi. Disana, ada seorang cleaning service dari Bangladesh. Dia
baik sekali kepada seluruh keluarga yang menunggu. Oh ya, sekedar informasi,
hampir 80% pasien yang sedang di operasi pada waktu ayah saya di operasi adalah
orang Indonesia. Jangan tanya saya mengapa bisa begitu.